Pegiat PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Semarang yang bertugas di lokalisasi prostitusi Tegalpanas, Yudhi mengatakan, kawasan itu menempati wilayah tiga rukun tetangga (RT) di Dusun Tegalrejo, Desa Jatijajar.
Sebelumnya diinformasikan, berdasarkan keterangan Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Jatijajar, Sarwoto Dower (45), keluar masuk PSK di kawasan Tegalpanas yang secara administratif berada di Dusun Tegalrejo saat ini tidak terkontrol.
Sedangkan para pengusaha hiburan pun seolah tak peduli dengan kondisi tersebut. Pemerintah Kabupaten Semarang diminta segera mengendalikan lokalisasi Tegal Panas. Masyarakat khawatir jumlah PSK yang tak terkontrol akan mempercepat penyebaraan HIV/AIDS. (Baca: Jumlah PSK Dinilai Tak Terkontrol, Warga Waswas)
Menurut Yudhi, sebagian besar PSK di tempat itu adalah pindahan dari sejumlah lokalisasi di Semarang seperti, Sunan kuning (SK) dan Gambilangu (GBL). "PSK freelance lebih banyak, ditambah yang netap ada sekitar 300an. Mereka bukan 'disbrik' (gadis pabrik). Yang saya tahu mereka ini mantan PSK dari GLB dan SK yang sudah tidak laku," kata Yudhi, saat ditemui, Senin (20/4/2015) siang.
Para PSK yang sudah berada di Tegalpanas, menurut Yudhi, punya kecenderungan lebih lama menetap. Sebab pangsa pasar yang lebih menjanjikan. "Tarif PSK di sini Rp 100.000 maksimal Rp 150.000. 'Pemakainya' dari kalangan bawah seperti sopir-sopir truk. Persaingannya juga tidak begitu ketat," imbuh Yudhi.
Salah seorang PSK Tegalpanas, Yuni (37), -bukan nama sebenarnya, membenarkan informasi tersebut. Meski dengan tarif murah, dia bersyukur pelanggannya masih banyak. Sebelum di Tegalpanas, perempuan asal Temanggung itu sudah lima tahun menjadi PSK di Gambilangu, sebuah lokalisasi pelacuran yang berada di perbatasan Kendal-Semarang.
"Biar dikata murah, yang penting lancar mas," kata Yuni, sembari memainkan smartphone-nya.