Adrianus Fanggi, kerabat Kornelia, Kamis (21/8/2014) kemarin mengatakan, Theresia meninggal Selasa (19/8/2014) sekitar pukul 04.00 Wita, akibat menderita penyakit hipertensi. “Saudari kami ini masuk ke RSUD Kefamenanu Senin, 18 Agustus 2014, sekitar pukul 23.30 Wita, dan langsung diperiksa seorang dokter. Hasil pemeriksaan katanya saudari kami ini sakit darah tinggi," kata dia.
"Begitu mau dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), infus, sarung tangan dan obat-obatan tidak ada, sehingga dokter dan pasien menganjurkan untuk kami cari obat di apotek luar karena apotek di rumah sakit obat kosong,” sambung Adrianus.
Menurut Adrianus, dia bersama saudarinya yang lain pun kesulitan mendapatkan obat di apotek luar, sebab semua apotek di Kefamenanu sudah tutup sejak sekitar pukul 20.00 Wita. Akibat kondisi fisik Theresia yang sudah sangat parah, Adrianus pun meminjam dua botol infus serta sarung tangan dari salah satu pasien yang ada di ruang IGD.
Sementara untuk beli obat, dia terpaksa rmendatangi rumah seorang dokter praktik di kilometer 4 jurusan Kupang. “Waktu masuk IGD kami malah sibuk cari obat-obatan, infus, selang infus dan sarung tangan, sehingga kondisi saudari ini yang kritis ini tidak ditangani dengan cepat karena rumah sakit hanya sediakan tempat tidur dan oksigen saja," kata dia.
"Yang buat kami jengkel lagi, dokter serta tenaga medis yang bertugas di ruang IGD justru asyik main handphone sambil ngobrol dan tak tanggap untuk melayani pasien yang membutuhkan pertolongan medis,” kata dia kesal.
Adrianus menuduh, karena lambat penanganannya, beberapa jam kemudian nyawa Theresia tidak bisa diselamatkan. Adrianus mengaku sangat kesal dengan pelayanan RSUD Kefamenanu yang sangat buruk.
Menurut dia, RSUD Kefamenanu hanya menyediakan buku dan pena untuk mendata pasien yang masuk. Diberitakan sebelumnya, krisis obat-obatan di RSUD Kefamenanu sudah terjadi sejak enam bulan ini.
Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandes mengatakan penyebab utama krisis obat karena terlambatnya penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan sistem pembelian obat dengan cara tender.
Sejumlah pasien yang menjalani rawat inap di sana pun mengeluh. Sebab, mereka harus mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah untuk membeli botol infus, sarung tangan, dan obat-obatan. Kondisi tersebut membuat para pasien yang kebanyakan adalah warga dengan ekonomi lemah harus berpikir keras demi mencari tambahan uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.