Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Ganjar Pranowo Digugat 22 Warga Korban Waduk Kedung Ombo

Kompas.com - 06/08/2014, 18:58 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Bank Dunia digugat oleh 22 warga korban pembangunan Waduk Kedung Ombo (WKO) di perbatasan Kabupaten Grobogan dan Boyolali.

Para penggugat menganggap para tergugat telah bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Untuk itu, penggugat membawa persoalan ini ke Pengadilan Negeri Semarang.

Salah satu kuasa hukum 22 warga tersebut, Arif Sahudi, di Semarang, Rabu (6/8/2014), mengatakan, gugatan yang diajukan adalah perkara lama yang sudah pernah disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang.

Pada tahun 1990, saat pembangunan WKO terjadi kisruh, mereka telah mengajukan gugatan, tetapi gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim. Di tingkat banding, gugatan mereka juga ditolak.

"Tingkat pertama dan banding kami kalah. Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), kami menang dan sempat dinyatakan agar tergugat membayar sejumlah tuntutan penggugat. Tapi, saat di tingkat PK, gugatan kami tidak diterima. Karena alasan itu, gugatan kembali kami ajukan," kata dia.

Arif mengatakan, petikan putusan kasasi MA isinya agar Gubernur Jateng, Menteri PU telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni menyatakan hubungan hukum yang bersifat harta, uang tunai, antara warga dan pemerintah adalah batal demi hukum.

“Isinya juga agar tergugat harus membayar ganti rugi secara tanggung renteng terhadap tanah, bangunan, atau tanaman yang tenggelam akibat proyek waduk dengan membayar Rp 50.000 per meter persegi. Membayar ganti rugi kerugian yang bersifat immaterial sebesar Rp 2 miliar,” papar dia.

Meski begitu, tambah Arif, pada tahun 1995, tergugat telah mengajukan upaya peninjuan kembali (PK) dengan hasil putusan penganuliran gugatan warga. Gugatan perbuatan melawan hukum ini kali kedua didaftarkan di Pengadilan Semarang dengan nomor register perkara 194/pdt.G/2014/PN.SMG.

Ada beberapa alasan yang menjadi dasar warga. Pertama, proyek pembangunan WKO tidak memiliki analisis dampak lingkungan (amdal) atau studi evaluasi lingkungan (SEL) yang dinilai tidak memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 jo UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Proyek Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kedua, warga dengan Pemprov Jateng belum bersepakat soal besarnya ganti rugi dan belum ada proses musyawarah.

Ketiga, proses pembebasan tanah mengenai penetapan ganti rugi untuk tanah dan seterusnya digunakan acara menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 1973 jo Nomor 15 Tahun 1975 dan tidak memakai pencabutan hak menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

Keempat, pada 2 Mei 1987, tanpa sepengetahuan warga, gubernur mengeluarkan SK nomor 8/135/1987 tentang pedoman besarnya ganti rugi (P3) dalam rangka proyek WKO yang dilaksanakan dengan intimidasi dan pemaksaan aparat.

Upaya paksa pemerintah juga diduga dilakukan pada 1 Januari 1989, saat pintu air WKO ditutup dan menggenangi tanah serta rumah warga. “Gugatan kedua ini, warga menuntut ganti rugi sekira Rp 12,6 miliar. Secara umum, tidak ada alasan baru dalam gugatan kami. Tapi, kami masukkan Bank Dunia sebagai tergugat karena dana pembangunan waduk berasal dari Bank Dunia,” ungkap dia.

Sidang perkara ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Budi Susanto. Sidang pertama batal digelar lantaran upaya mediasi para pihak tidak mencapai kata sepakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com