Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Desak Penutupan Tambang Pasir Galunggung

Kompas.com - 04/06/2014, 13:16 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Penambangan Pasir Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya, mulai dirasakan dampak negatifnya oleh warga di sekitar lokasi pertambangan. Mulai dari pedangkalan sungai, rusaknya drainase pertanian, dan pencemaran air oleh limbah tambang.

Pantauan di lokasi, puluhan titik tambang mulai dari kaki gunung sampai hulu sungai terlihat dikerumuni alat berat yang tengah digunakan untuk aktivitas tambang. Bahkan, pinggiran sungai yang tadinya dialiri air dijadikan jalan untuk lalu lalang truk pengangkut pasir. Sungai terlihat mengalami pendangkalan dan volume aliran air menyempit.

Salah seorang tokoh pemuda Desa Tawang Banteng, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Fahmi Muzaki mengatakan, warga di sekitar lokasi tambang meminta aktivitas tambang pasir ditutup total.

Mereka pun telah meminta kepada pemerintah setempat untuk memberlakukan moratorium tambang pasir Galunggung. Sebab, tambang yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut tak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Tambang pasir ini sudah menyengsarakan masyarakat. Sedikit manfaat yang dirasakan warga. Kebanyakan dampak negatifnya, seperti rusaknya jalan akibat tonase angkutan pasir yang berlebih, air keruh, drainase rusak, dan tanggul hilang tergerus pertambangan,” kata Fahmi saat dimintai keterangan, Rabu (4/6/2014).

Sebelumnya, kata Fahmi, pihaknya telah mencoba berkomunikasi dengan para pengusaha legal maupun ilegal untuk segera menghentikan tambang. Bahkan Dinas Pertambangan daerah setempat telah memfasilitasi pertemuan dengar pendapat antara warga dan para pengusaha.

“Kita sudah tiga kali hearing di kantor Distamben antara pengusaha dan warga, tapi tidak ada hasilnya,” ujar Fahmi.

Tak Bisa Moratorium
Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya, Wawan Ridwan Effendi, menilai permintaan warga kepada pemerintah untuk memberlakukan moratorium tambang pasir besi belum bisa dilakukan.

Sebab, ada beberapa pengusaha tambang yang memiliki IUP tambang secara legal. Pengusaha legal pun selama ini dijadikan sebagai salah satu penghasil Pendatapan Asli Daerah (PAD). “Selama ini pengusaha ini bisa menyetor ke PAD sebesar Rp 300 juta per tahunnya. Sehingga upaya moratorium belum bisa dilakukan,” kata Wawan.

Namun pihak Distamben, tambah Wawan, akan segera menertibkan pengusaha tambang ilegal yang beroperasi di wilayah Gunung Galunggung. Apalagi, mereka selama ini menambang tanpa aturan yang berlaku. Seperti, tak memperhatikan dampak kerusakan lingkungan, tak adanya pengolahan limbah dan tak melakukan reklamasi bekas tambang.

“Paling sekarang kita fokus menghentikan para penambang ilegal di sini. Sedangkan, bagi pengusaha legal, selama mereka mengikuti aturan yang berlaku tidak akan ada penghentian operasi,” tambah Wawan.

Menurut Pengamat Lingkungan dari Universitas Negeri Siliwangi Tasikmalaya, Siti Fadjarajani, pertambangan pasir Galunggung seharusnya telah dihentikan sejak 20 tahun yang lalu. Soalnya selama ini telah banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang tersebut.

“Kerusakan oleh para pengusaha lebih besar dari pada kerusakan tambang yang dilakukan secara perorangan,” ungkap dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com