Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Mana Biaya Perawatan Bayi Kembar Parasit di Bandung?

Kompas.com - 24/09/2013, 10:20 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Lima hari sudah Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung merawat bayi kembar siam conjoint twin parasitic bernama Ginan Septian Nugraha di ruang Neonatal Intensife Care Unit (NICU).

Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan penanganan biaya dari pemerintah daerah, baik Pemda Kabupaten Bandung Barat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Padahal, bayi dari pasangan Aep Supriatna (36) dan Yani Mulyani (33) warga Kampung Cikadu, Desa Ciroyom Hilir, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat ini perlu penanganan secepatnya.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat, Pupu Sari Rohayati, saat ini bayi tersebut masih masuk dalam jaminan bernama Jampersal atau Jaminan Persalinan yang akan ditanggung oleh Pemkab Kabupaten Bandung Barat.

"Saat ini masih pakai Jampersal. Jaminan itu untuk menolong persalinan. Yang bukan penanganannya dari kami merujuk saja," kata Pupu saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/9/2013).

Pupu menambahkan, jaminan tersebut memiliki batasan pembiayaan. Jika memang kondisinya adalah penanganan darurat untuk menyelamatkan nyawa bayi, kata dia, maka nantinya akan dibicarakan kembali. "Batas penaganganannya cuma sampai 28 hari," kata Pupu.

Pupu menjelaskan, Jampersal hanya membayarkan empat kali pemeriksaan selama masa kehamilan senilai Rp. 80.000. Kemudian, saat persalinan, Jampersal membantu biaya sebesar Rp. 500 ribu.

Setelah kelahiran, masih ada lagi jaminan untuk lima kali pemeriksaan dengan total alokasi sebesar Rp 80 ribu. "Tapi jaminan itu hanya untuk persalinan normal," ungkapnya.

Untuk penanganan biaya perawatan hingga operasi pemisahan dalam kasus bayi kembar siam conjoint twin parasitic ini, Pupu mengatakan, saat masa pembiayaan Jampersal telah habis, maka akan diurus model jaminan kesehatan dari pemerintah. Hal ini melalui rujukan dan kesepakatan dari RSHS.

"Karena sifatnya emergensi untuk menyelamatkan nyawa, kita jamin seluruh biaya ditanggung pemerintah. Wanda-Wandi (kembar siam) dulu juga pakai Jampersal " ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Aep Supriatna selalu menitikkan air mata setiap kali keluar dari ruang NICU RSHS. Ia tidak kuat melihat penderitaan anak pertamanya, Ginan Septian Nugraha, yang belum genap satu minggu dilahirkan dari rahim Yani Mulyani.

Dari keterangan Aep, Ginan mengalami kelainan saat dilahirkan. Dari dalam mulut kecil putranya itu muncul seonggok daging. "Kata bidan yang membantu persalinan, itu tumor," tutur Aep dengan nada lemah saat ditemui Kompas.com di ruang tunggu RSHS, Sabtu (21/9/2013) lalu.

Namun, ketika diperiksa lebih lanjut di RSHS, daging yang muncul dari mulut putranya itu ternyata bukan daging biasa. Ginan ternyata lahir dengan keadaan kembar siam. Daging yang keluar dari mulutnya itu adalah kembarannya.

Ukuran bayi di mulut Ginan cukup besar, sekitar setengah ukuran tubuh Ginan sehingga memaksa mulutnya terus menganga. Bayi tersebut menempel di dalam rongga mulut bagian atas dan menjulur keluar.

"Setelah diteliti dokter, tahunya itu menyerupai bayi karena ada kaki dan ada alat kelaminnya, tapi kepalanya tidak ada," tutur Aep.

Aep tidak memungkiri jika dirinya masih bingung untuk membayar semua biaya perawatan hingga biaya operasi pemisahan tubuh tak bernyawa itu dari mulut anaknya.

Pasalnya, Aep yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual es cincau keliling tidak memiliki biaya sepeser pun. Dalam satu hari, ia mengaku hanya mendapat laba bersih tidak lebih dari Rp 50.000. "Sampai tiga hari ini saja saya sudah ngutang sampai Rp 1.000.000," tuturnya.

---

Informasi penyaluran bantuan untuk Keluarga Ginan Septian Nugraha dapat menghubungi email: redaksikcm@kompas.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com