Jika tidak menggunakan tradisi basiru, para perempuan petani biasanya diberikan upah menanam padi oleh pemilik lahan sebesar Rp 50.000 sampai Rp 100.000 tergantung luas sawah dan durasi waktu menanam.
"Saya berangkat ke ladang dari pagi hingga siang hari. Saat sore hari balik lagi. Kalau padi merah sudah ditanam maka saya akan menjaganya dengan memangkas rumput agar padi tidak rusak oleh hama," ujar Samadia.
Ia percaya, semakin sering dikunjungi maka tanaman akan tumbuh semakin bagus.
"Tanaman apapun itu, jika kita rawat, rajin menjenguk dan mengajak bicara akan tumbuh sehat dan bernas," ungkap Samadia.
Baca juga: Beras Merah yang Tetap Dibudidayakan di Babel meski Sedang Kemarau
Selain menanam padi merah, Samadia juga menanam jagung ketan, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, labu, aneka sayur mayur. Hal itu dilakukan agar perempuan berdaulat dengan pangan lokal.
"Saya tidak pernah beli bibit. Setiap panen saya bagi dua antara bibit dan konsumsi sehari-hari begitu terus siklusnya," ujar Samadia sambil tersenyum bangga.
Untuk menjaga keaslian benih lokal padi merah ini, Samadia mengemasnya ke dalam produk siap jual.
Ia mematok harga yang sangat terjangkau mulai dari Rp 10.000 per kg untuk benih padi dan Rp 15.000 per kg untuk beras merah bersih.
"Saya pasarkan produk padi dan beras merah ini bersama kelompok tani perempuan saling sakiki Desa Pelat," sebut Samadia.
Ia berharap perempuan petani semakin berdaya dengan pangan lokal agar kebijakan kenaikan harga beras di pasaran tidak mempengaruhi petani.
Petani memiliki peran signifikan dalam sistem pengelolaan pangan dalam aspek produksi hingga konsumsi. Solidaritas Perempuan (SP) Sumbawa mendukung penguatan petani berdaulat pangan.
Baca juga: 7 Manfaat Beras Merah bagi Kesehatan, Cocok untuk Diet dan Penderita Diabetes
“Kami dukung perempuan petani semakin kuat dalam pengelolaan pangan lokal,” katanya.
Selama ini pengetahuan dan kearifan lokal perempuan dalam pengelolaan pertanian tradisional yang berkelanjutan telah berkontribusi dalam memastikan keberlanjutan pangan keluarga dan komunitasnya.
Namun, kebijakan pemerintah belum berpihak pada petani. Bantuan benih hibrida selama ini membuat petani bergantung pada pupuk kimia dan produk pestisida lainnya, membuat petani semakin miskin.
"Kita selalu melihat setiap panen petani kita menjerit, bahkan tak jarang turun demonstrasi menuntut kenaikan harga."