Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengungkap Fakta Konflik Gajah dan Manusia di Jambi Berujung Amuk Massa

Kompas.com - 29/02/2024, 07:28 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Puluhan warga merusak dan membakar fasilitas mes milik Frankfurt Zoological Society (FZS) Indonesia di Simpang Burut, Desa Tanah Tumbuh, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, Minggu (25/2/2024). 

Selain itu warga juga merusak kendaraan operasional milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. 

Aksi tersebut dipicu demonstrasi warga yang meminta tiga individu gajah di desa mereka dipindah. Alasannya ketiga gajah tersebut telah merusak kebun sawit warga. 

Baca juga: Gajah Sumatera Melahirkan Anak Keempat di PLG Way Kambas

"Warga awalnya demo minta pindahkan tiga individu gajah karena dinilai merusak tanaman sawit," kata Kepala BKSDA Jambi Donal Hutasoit.  

"Tapi kemudian terprovokasi dan melakukan tindakan anarkis," tambahnya saat konferensi pers, Selasa (27/2/2024).

Baca juga: Amukan Gajah di Kebun Sawit, Dibalas Aksi Anarkis Warga

Sandera dan ancam petugas 

Demo warga anarkis karena marah tanaman dirusak gajah telah membakar fasilitas mes milik FZS Indonesia di Kabupaten Tanjab Barat, Senin (26/2/2024)Dok BKSDA Jambi Demo warga anarkis karena marah tanaman dirusak gajah telah membakar fasilitas mes milik FZS Indonesia di Kabupaten Tanjab Barat, Senin (26/2/2024)
Donal menjelaskan, selain merusak fasilitas negara, warga juga melakukan intimidasi kepada sejumlah petugas. 

Bahkan beberapa petugas menyandera empat orang petugas FZS ke Desa Muara Danau.

"Selain melakukan perusakan, masyarakat juga melakukan ancaman terhadap tim di lokasi," kata Donal.

Sementara itu, Peter Pratje Direktur FZS Indonesia menyayangan adanya insiden itu dan sehearusnya tidak perlu terjadi. 

Dia menuturkan, gajah pada dasarnya dapat hidup berdampingan dengan manusia seperti di India dan Srilanka. 

FSZ sendiri sudah menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk melatih petani dan masyarakat luas agar terbiasa dengan gajah. 

"Ada 30 kelompok masyarakat yang dilatih untuk meredam konflik," katanya.

"Kemudian membentuk 30 orang dalam komunitas peduli gajah serta mengerahkan 16 staf lapangan terlatih untuk memitigasi konflik antara gajah dan manusia," tegas Peter.

Bertani multikultur

Dua ekor gajah sedang bermain di pinggir Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, JambiDok Buku Alber Tetanus Dua ekor gajah sedang bermain di pinggir Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi

Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu cara untuk meredam konflik dengan gajah adalam dengan pertanian multikultur. Namun, yang terjadi justru masyarakat memilih monokultur sawit. 

Tanaman sawit ini diketahui termasuk makanan kesukaan gajah. Berdasar hasil riset FZS, tanaman terbaik yang bisa ditanam petani dan minim gangguan gajah adalah durian, petai, kopi, dan vanili. Tanaman tersebut juga memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Selanjutnya, BKSDA Jambi akan membagikan alarm pendeteksi suara gajah hasil penelitian Universitas Gadjah Mada. Setelah terdeteksi adanya gajah dekat kebun warga, mereka dapat mengaktifkan pagar listrik yang sesuai standar, untuk menghindari kerusakan tanaman.

(Penulis: Suwandi | Edtor: Glori K. Wadrianto)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com