Mulai dari Perpres jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang masih memuat pasal-pasal berbahaya bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
"Di bawah rezim Jokowi pula, kebebasan pers mencapai situasi kritis. Pada 2023, 89 kasus serangan menargetkan jurnalis dan media, tertinggi sepanjang satu dekade," beber Aris.
Ia menambahkan, kekerasan terus terjadi tanpa diikuti penyelidikan yang serius dan imparsial. Hal ini membuat siklus kekerasan pada jurnalis tak pernah berhenti.
Tak hanya itu, represi dan kriminalisasi terhadap kritik dan pembela hak asasi manusia telah mempersempit ruang kebebasan sipil.
Ia menilai Jokowi jarang merespons masukan dan kritik.
"Alih-alih mendengarkan aspirasi rakyat, masyarakat sipil yang berunjuk rasa atas berbagai Undang-Undang yang mengancam itu, justru ditindak dengan kekerasan. Alih-alih mengakomodir masukan dari rakyat, aktivis yang mengkritik kebijakan justru diancam dengan pasal-pasal pidana," jelasnya.
"Saat ini, Presiden Jokowi makin menunjukkan ambisinya melanggengkan kekuasaan dengan cara yang kotor, melemahkan Mahkamah Konstitusi yang kemudian melahirkan politik dinasti, menyalahgunakan sumber daya negara dan mengintimidasi oposisi. Rezim Jokowi mengabaikan pentingnya Pemilu yang jujur, adil dan berintegritas," tegasnya.
Baca juga: Penjelasan Polrestabes Semarang soal Permintaan Video kepada Rektor Unika Soegijapranata
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.