Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Massa di Semarang Lempari Polisi dengan "Sempak", Simbol Jokowi Tak Punya Malu...

Kompas.com - 13/02/2024, 09:22 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Mahasiswa peserta aksi unjuk rasa melempari polisi dengan sempak atau celana dalam di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (12/2/2024) sore.

Hal itu buntut dari kekesalan mereka terhadap sikap Presiden Jokowi yang disebut tak punya malu melanggar sederet aturan selama tahapan pemilu 2024.

Diketahui, sekitar 200 mahasiswa melakukan aksi mengungkapkan kekecewaannya pada pemerintahan Jokowi yang tidak netral dan berpihak pada paslon 02 menimbulkan sederet penyelewengan.

"Sempak adalah simbol kemaluan, artinya Presiden Jokowi tak punya malu, DPRD sempak, ra duwe isin (enggak punya malu)," ujar salah satu orator sembari melempari sempak ke arah polisi yang berjaga di depan gerbang dan perwakilan anggota Komisi D DPRD Jateng, Danie Budi Tjahyono.

Baca juga: Sivitas Akademika UGM Bacakan Petisi Bulaksumur, Jokowi Dinilai Menyimpang dari Prinsip dan Moral Demokrasi


Baca juga: Penjelasan Rektorat UGM soal Petisi Bulaksumur dan Absennya Rektor

Kritisi mundurnya demokrasi

Mereka kecewa lantaran anggota DPRD yang menemui mereka saat aksi enggan memenuhi permintaan mahasiswa untuk membaca surat pernyataan pemakzulan Jokowi dan mencoret gambar wajah Jokowi di lokasi aksi.

Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Jateng, Danie Budi Tjahyono meninggalkan lokasi karena merasa tak punya wewenang untuk bersikap pada permintaan pemakzulan.

Pasalnya dirinya juga masih bagian dari pemerintahan.

"Saya dilantik pakai SK Kemendagri, kita adalah bagian Pemda, urusan permakzulan ini saya enggak berani bicara. Permakzulan bukan kewenangan kita, masalahnya di sana, tapi kalau mendengarkan saya siap, tapi itu di luar kewenangan kami," tutur Danie di lokasi aksi.

Baca juga: Penjelasan Polrestabes Semarang soal Permintaan Video kepada Rektor Unika Soegijapranata

Diketahui, mahasiswa menyampaikan beberapa tuntutan. Mulai dari mengajak seluruh lapisan masyarakat mengawal demokrasi, termasuk selama tahapan pemilu serentak 2024.

"Menuntut presiden menjadi negarawan sejati yang tidak menggunakan kekuasaan demi kepentingan keluarga. Menuntut presiden serta seluruh aparatur negara untuk kembali pada asas demokrasi dan menghentikan korupsi, kolusi, dan mepotisme (KKN). Menuntut presiden setia berpegang teguh pada demokrasi, penegakan hukum, berpihak pada rakyat ketimbang oligarki," ujar Koordinator Aksi, Akmal Sajid.

Terakhir, Akmal mengajak seluruh masyarakat menjadi oposisi yang mengkritisi kemunduran demokrasi akibat sikap pemerintah.

Baca juga: Kata Wakapolri soal Dugaan Rektor Unika Disuruh Buat Video Testimoni Apresiasi Kinerja Jokowi

Buruknya kebebasan pers dan mundurnya demokrasi

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan turun ke jalan untuk mengikuti aksi unjuk rasa bersama 200 mahasiswa di depan kantor DPRD Jawa Tengah, Semarang, Senin (12/2/2024).KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan turun ke jalan untuk mengikuti aksi unjuk rasa bersama 200 mahasiswa di depan kantor DPRD Jawa Tengah, Semarang, Senin (12/2/2024).

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang Aris Mulyawan yang turut ikut aksi bersama mahasiswa juga menyampaikan kritiknya terhadap memburuknya kekebasan pers dan mundurnya demokrasi selama 9 tahun pemerintahan Presiden Jokowi.

"Indonesia telah mengalami kemunduran demokrasi yang luar biasa di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Penghormatan terhadap hak asasi manusia diabaikan demi mempertahankan investasi yang menguntungkan oligarki," tutur Aris berorasi di hadapan massa aksi dan polisi yang bertugas di lokasi.

Menurutnya, sikap anti-demokrasi Jokowi ditunjukkan dengan disahkannya sejumlah Undang-Undang yang mengancam HAM dan memperlemah institusi demokrasi.

Mulai dari Perpres jabatan fungsional TNI, revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang masih memuat pasal-pasal berbahaya bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

"Di bawah rezim Jokowi pula, kebebasan pers mencapai situasi kritis. Pada 2023, 89 kasus serangan menargetkan jurnalis dan media, tertinggi sepanjang satu dekade," beber Aris.

Baca juga: Sivitas Akademika UGM Bacakan Petisi Bulaksumur, Jokowi Dinilai Menyimpang dari Prinsip dan Moral Demokrasi

Ia menambahkan, kekerasan terus terjadi tanpa diikuti penyelidikan yang serius dan imparsial. Hal ini membuat siklus kekerasan pada jurnalis tak pernah berhenti.

Tak hanya itu, represi dan kriminalisasi terhadap kritik dan pembela hak asasi manusia telah mempersempit ruang kebebasan sipil.

Ia menilai Jokowi jarang merespons masukan dan kritik.

"Alih-alih mendengarkan aspirasi rakyat, masyarakat sipil yang berunjuk rasa atas berbagai Undang-Undang yang mengancam itu, justru ditindak dengan kekerasan. Alih-alih mengakomodir masukan dari rakyat, aktivis yang mengkritik kebijakan justru diancam dengan pasal-pasal pidana," jelasnya.

"Saat ini, Presiden Jokowi makin menunjukkan ambisinya melanggengkan kekuasaan dengan cara yang kotor, melemahkan Mahkamah Konstitusi yang kemudian melahirkan politik dinasti, menyalahgunakan sumber daya negara dan mengintimidasi oposisi. Rezim Jokowi mengabaikan pentingnya Pemilu yang jujur, adil dan berintegritas," tegasnya.

Baca juga: Penjelasan Polrestabes Semarang soal Permintaan Video kepada Rektor Unika Soegijapranata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Regional
Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Regional
Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Regional
Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Regional
Petualangan 'Geng Koboi' di Lampung Usai Setelah 11 Kali Mencuri Sepeda Motor

Petualangan "Geng Koboi" di Lampung Usai Setelah 11 Kali Mencuri Sepeda Motor

Regional
Rumah Tempat Usaha Pembuatan Kerupuk di Cilacap Terbakar

Rumah Tempat Usaha Pembuatan Kerupuk di Cilacap Terbakar

Regional
6 Orang Mendaftar di PDI-P untuk Pilkada Demak, Ada Inkumben Bupati

6 Orang Mendaftar di PDI-P untuk Pilkada Demak, Ada Inkumben Bupati

Regional
Tak Ada yang Mendaftar, Pilkada Sumbar Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan

Tak Ada yang Mendaftar, Pilkada Sumbar Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan

Regional
Pria yang Ditemukan Terikat dan Penuh Lumpur di Semarang Diduga Korban Penganiayaan

Pria yang Ditemukan Terikat dan Penuh Lumpur di Semarang Diduga Korban Penganiayaan

Regional
Pj Gubernur Riau Berupaya Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Pj Gubernur Riau Berupaya Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Regional
Cerita Perawat di NTT, Berjalan Kaki Belasan Kilometer demi Selamatkan Ibu Melahirkan Bayi Kembar di Pelosok Manggarai Timur

Cerita Perawat di NTT, Berjalan Kaki Belasan Kilometer demi Selamatkan Ibu Melahirkan Bayi Kembar di Pelosok Manggarai Timur

Regional
Sempat Jadi Tersangka, Warga Jambi Pembunuh Begal Akhirnya Dibebaskan

Sempat Jadi Tersangka, Warga Jambi Pembunuh Begal Akhirnya Dibebaskan

Regional
KPU Pastikan Pilkada Kendal Tidak Diikuti Calon Independen

KPU Pastikan Pilkada Kendal Tidak Diikuti Calon Independen

Regional
Eks Komisioner KPU Batal Daftar Calon Independen Pilkada Magelang

Eks Komisioner KPU Batal Daftar Calon Independen Pilkada Magelang

Regional
Komplotan Maling Minimarket di Semarang Masih Bocah, Kasus Berujung Damai

Komplotan Maling Minimarket di Semarang Masih Bocah, Kasus Berujung Damai

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com