Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Jejak Pecinan dan Persekutuan Tionghoa dan Jawa Melawan VOC di Semarang

Kompas.com - 08/02/2024, 10:52 WIB
Muchamad Dafi Yusuf,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Dua hari menjelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili, kawasan pecinan Semarang, Jawa Tengah, mulai meriah.

Setidaknya 500 lampion mewarnai penyambutan Tahun Naga Kayu.

Tampak gerbang masuk pecinan juga dipercantik. Sederet lampion menambah kemeriahan ketika memasuki Gang Warung sampai Gang Baru.

Lampion-lampion terpasang menggantung menambah semarak Imlek yang akan dirayakan pada Minggu (10/2/2024).

Baca juga: Rektor Unissula Semarang Diminta Tim Operasi agar Tak Kritik Jokowi

Namun, bagaimana awal mula keberadaan warga Tionghoa di kawasan pecinan Semarang?

Pemerhati sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono mengatakan, sebelum di pecinan, dulunya warga Tionghoa banyak yang berada di kawasan Sam Poo Kong.

"Pecinan yang membentuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)," kata Johanes kepada Kompas.com, Kamis (8/2/2024).

Setelah melakukan perlawanan, warga Tionghoa dipindahkan ke pinggiran Kali Semarang yang saat itu dekat dengan pusat Kota Semarang (Kota Lama saat ini).

"Jadi, di situ ada benteng. Sementara orang China ini di luar benteng. Tujuannya agar mudah diawasi," kata dia.

Berdasarkan buku "Riwayat Kota Lama Semarang" sekitar abad ke-18, VOC mulai mengharuskan orang-orang Tionghoa di Semarang bermukim di suatu wilayah.

Chinezen Kamp atau kawasan pecinan yang saat ini berada di Kecamatan Semarang Barat itu dipilih VOC sebagai permukiman warga Tionghoa.

Pembuatan permukiman pecinan tersebut dibangun setelah berakhirnya Perang Semarang pada 1741.

 

China dan Jawa melawan VOC

Perang Semarang merupakan konflik bersenjata yang melibatkan VOC di satu pihak melawan orang-orang Tionghoa dan Jawa di pihak lain.

Perang tersebut sebagai kelanjutan dari peristiwa pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia tahun 1740.

Warga Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian tersebut melarikan diri ke Jawa Tengah dan mengobarkan perlawanan kepada VOC di daerah.

Saat itu, warga Tionghoa yang melakukan perlawanan tersebut juga didukung oleh penguasa Jawa dari Kartasura.

Dalam perkembangannya, pemerintah kolonial Belanda menetapkan warga Tionghoa di kawasan pecinan melalui pertarungan wijkenstelsel yang mengharuskan orang Tionghoa tinggal di lokasi khusus.

Baca juga: Sikapi Situasi Politik, 15 Kampus di Kota Semarang Lakukan Konsolidasi hingga Rencana Aksi Besar

Peraturan itu berlaku mulai tahun 1835 hingga 1915. Tak cukup dengan wijkenstelsel, pemerintah kolonial juga menerapkan peraturan passenstelsel.

Dalam peraturan tersebut, warga Tionghoa wajib membuat surat izin jika akan bepergian ke luar wilayah pecinan. Peraturan tersebut berlaku sejak 1835 hingga 1906.

Sebagai sebuah permukiman, pecinan juga dilengkapi fasilitas penduduk seperti akses jalan, pasar dan tempat ibadah.

Sebagai penganut Khonghucu, Buddha, dan Taoisme, orang-orang Tionghoa di pecinan banyak membangun kelenteng.

 

Kelenteng pertama

Sioe Hok Bio merupakan kelenteng pertama yang dibangun dipecinan  Semarang. Kelenteng tersebut dibangun pada 1753.

Kemudian, disusul Kelenteng Tek Hay Bio pada 1756 dan Tay Kak Sie pada 1771.

Ketua Yayasan Kelenteng Sioe Hok Bio, Lie Gei Hong (73) mengatakan, keberadaan Kelenteng Sioe Hok Bio menjadi pertanda keberadaan warga Tionghoa di pecinan.

"Sebelumnya orang China itu ada di Kawasan Sam Poo Kong (Gedung Batu)," kata Lie, saat ditemui Kompas.com di Kelenteng Sioe Hok Bio.

Berdasarkan arsip yang dia peroleh, keberadaan Kelenteng Sioe Hok Bio di pecinan Semarang juga ada campur tangan Oei Tjie Sien.

Bagi warga Semarang, nama Oei Tjie Sien sudah tak asing.

Oei Tjie Sien merupakan ayah Oei Tiong Ham yang dijuluki sang 'Raja Gula' terbesar di dunia.

"Yang bawa patung dewa ke Kelenteng Sioe Hok Bio itu Oei Tjie Sien," kata dia.

Oei Tjie Sien membawa patung dewa menggunakan perahu dari China ke Kota Semarang.

"Beliau bawa Dewa Bumi dari China ke sini pakai kapal," ucap Lie.

Baca juga: BPBD Kota Semarang Petakan 89 TPS Rawan Banjir dan Rob

Sejak pertama kali berdiri, kelenteng tersebut berukuran tidak terlalu besar. Luasan bangunannya hanya sekitar 9×25 meter.

Saat ini Kelenteng Sioe Hok Bio diapit ruko besar dan masuk ke dalam cagar budaya.

Bentuk bangunan tidak banyak berubah walaupun ada beberapa yang sudah direnovasi.

"Yang sering direnovasi bagian lantai, sudah tiga kali. Sebelum pakai granit Italia dulu lantainya itu pasir semen warna merah," kenang dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Selundupkan 6 WN China ke Australia, 7 Orang Jadi Tersangka

Regional
Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Viral Ajak YouTuber Korsel ke Hotel, ASN Kemenhub Polisikan Sebuah Akun Facebook

Regional
Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Bertaruh Nyawa Tanpa Asuransi, Relawan Tagana Ini Pernah Dijarah Saat Bertugas

Regional
Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Tutupi Tato, Maling Motor di Semarang Pakai Daster Neneknya Saat Beraksi

Regional
Petualangan 'Geng Koboi' di Lampung Usai Setelah 11 Kali Mencuri Sepeda Motor

Petualangan "Geng Koboi" di Lampung Usai Setelah 11 Kali Mencuri Sepeda Motor

Regional
Rumah Tempat Usaha Pembuatan Kerupuk di Cilacap Terbakar

Rumah Tempat Usaha Pembuatan Kerupuk di Cilacap Terbakar

Regional
6 Orang Mendaftar di PDI-P untuk Pilkada Demak, Ada Inkumben Bupati

6 Orang Mendaftar di PDI-P untuk Pilkada Demak, Ada Inkumben Bupati

Regional
Tak Ada yang Mendaftar, Pilkada Sumbar Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan

Tak Ada yang Mendaftar, Pilkada Sumbar Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan

Regional
Pria yang Ditemukan Terikat dan Penuh Lumpur di Semarang Diduga Korban Penganiayaan

Pria yang Ditemukan Terikat dan Penuh Lumpur di Semarang Diduga Korban Penganiayaan

Regional
Pj Gubernur Riau Berupaya Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Pj Gubernur Riau Berupaya Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Regional
Cerita Perawat di NTT, Berjalan Kaki Belasan Kilometer demi Selamatkan Ibu Melahirkan Bayi Kembar di Pelosok Manggarai Timur

Cerita Perawat di NTT, Berjalan Kaki Belasan Kilometer demi Selamatkan Ibu Melahirkan Bayi Kembar di Pelosok Manggarai Timur

Regional
Sempat Jadi Tersangka, Warga Jambi Pembunuh Begal Akhirnya Dibebaskan

Sempat Jadi Tersangka, Warga Jambi Pembunuh Begal Akhirnya Dibebaskan

Regional
KPU Pastikan Pilkada Kendal Tidak Diikuti Calon Independen

KPU Pastikan Pilkada Kendal Tidak Diikuti Calon Independen

Regional
Eks Komisioner KPU Batal Daftar Calon Independen Pilkada Magelang

Eks Komisioner KPU Batal Daftar Calon Independen Pilkada Magelang

Regional
Komplotan Maling Minimarket di Semarang Masih Bocah, Kasus Berujung Damai

Komplotan Maling Minimarket di Semarang Masih Bocah, Kasus Berujung Damai

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com