“Ekonomi masyarakat belum sepenuhnya pulih pascakrisis akibat dampak pandemi Covid-19. Kondisi ini semakin membuat politik uang lebih permisif dan sangat rawan,” ujar Khoirunnisa.
Ia mengatakan, sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memang hanya bisa menjangkau peserta pemilu pada saat masa kampanye.
Beleid yang menjadi landasan Pemilu 2019 tersebut tidak direvisi untuk keperluan Pemilu 2024.
Masalah menjadi lebih kompleks, kata dia, ketika DPR menetapkan masa kampanye Pemilu 2024 diperpendek menjadi 75 hari saja.
Alhasil, muncul ruang kosong sejak peserta pemilu ditetapkan hingga masa kampanye dimulai.
Ruang kosong yang disebut masa sosialisasi itulah yang dimanfaatkan bakal calon untuk bermanuver tanpa takut terkena hukuman.
Baca juga: Banner Tolak Politik Uang Muncul di Bantul, Ada Ancaman untuk Pelakunya
"Dulu argumentasinya (memperpendek masa kampanye) supaya tidak gaduh, supaya tidak semakin masif penyebaran disinformasi. Tapi pada kenyataannya, tidak jauh berbeda," kata Khoirunnisa.
Lebih jauh, sambungnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) semakin sulit melakukan penindakan pelanggaran dan antisipasi bayang-bayang politik uang dengan modus kian beragam.
Temuan pelanggaran pemilu di Bawaslu ada batas waktu yakni maksimal 7 hari harus dilaporkan setelah diketahui.
Namun, laporan ke Bawaslu tidak mudah. Masyarakat harus menceritakan kronologinya seperti apa, dan apakah ada saksi atau tidak.
Masyarakat awam tidak terbiasa dengan hal-hal pelanggaran hukum tindak pidana pemilu. Apalagi memenuhi unsur laporan yang dirasakan sangat merepotkan.
Hal itu menyebabkan kejadian politik uang menguap begitu saja. Publik tidak terlalu peduli, kadang mereka tidak tahu aturan pelaporan seperti apa.
Baca juga: Persilakan Masyarakat Terima Politik Uang, Prabowo: Uang Itu Sesungguhnya Milik Rakyat
“Saat dilaporkan sulit untuk memenuhi unsur tindak pidana pemilu, apakah ada ajakan untuk memilih A, B, C atau tidak?”
Menurutnya, membeli suara pemilih melalui politik uang susah untuk menjerat pelaku.
“Mereka yang melakukan adalah aktor lapangan. Bukan tim resmi yang terdaftar di KPU,” ujar Khoirunnisa.