LEMBATA, KOMPAS.com - Aktivitas vulkanik Gunung Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menurun dalam tiga pekan terakhir. Meski begitu, warga yang bermukim di lereng gunung tetap diminta waspada.
Kepala Pos Pemantau Gunung Api Ile Lewotolok Stanislaus Ara Kian menyatakan, pada periode pengamatan 16-30 November 2023, terjadi 464 kali gempa letusan dan tiga kali gempa guguran.
Selain itu, juga tercatat 2.773 kali gempa embusan, 10 kali gempa harmonik, 113 kali tremor non-harmonik, tiga kali gempa vulkanik dangkal, 25 kali gempa vulkanik dalam, lima kali gempa tektonik lokal, dan 13 kali gempa tektonik jauh.
Baca juga: Gunung Ile Lewotolok Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu Capai 500 Meter
Terkait energi seismik yang dihitung dengan metode perata-rataan nilai amplitudo, dalam dua minggu terakhir ini menunjukkan fluktuasi energi dengan kecenderungan menurun, di bawah ambang energi periode sebelumnya.
"Penurunan energi seismik teramati juga dari menurunnya jumlah kegempaan yang terjadi dalam dua minggu ini," katanya, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Pantauan Terkini Erupsi Gunung Ile Lewotolok, Tinggi Kolom Abu dan Waspada Potensi Lahar
Sementara pada periode 1 Desember-5 Desember, terjadi 148 kali letusan, 908 kali embusan, 46 kali tremor non-harmonik, 18 kali gempa vulkanik dangkal, dan aktivitas kegempaan lain yang cenderung mengalami penurunan.
Meski mengalami penurunan, namun Stanislaus meminta warga tetap waspada.
Sampai saat ini erupsi eksplosif masih tetap berlangsung dengan jangkauan lontaran lava (pijar) dominan masih di sekitar area kawah, namun dapat juga menjangkau sejauh sekitar 500 meter keluar dari kawah.
Ancaman bahaya ini harus tetap diwaspadai. Sampai saat ini diperkirakan masih akan berada di dalam wilayah radius 2 kilometer dari pusat aktivitas gunung Ile Lewotolok.
Ancaman bahaya juga dari hujan abu yang arah dan jangkauan sebarannya tergantung pada arah dan kecepatan angin.
Ancaman lain adalah bahaya dari aliran lahar pada sungai-sungai yang berhulu di puncak Ile Lewotolok terutama pada saat musim hujan.
Selain itu ancaman bahaya dari gas-gas vulkanik beracun, seperti CO2, CO, SO2, dan H2S di daerah puncak.
"Dengan kemiringan lereng dan apabila kestabilan aliran atau material lava terganggu, maka dapat terjadi guguran atau longsoran lava yang berpotensi juga diikuti oleh awan panas. Arah luncuran dan ancaman bahayanya dapat mengarah ke timur laut, timur, maupun tenggara," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.