KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Kepulauan Riau telah menangkap 88 warga negara China yang diduga terlibat dalam sindikat penipuan asmara daring yang dikenal dengan sebutan "jagal babi".
Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan pihaknya telah menangkap 83 pria dan lima perempuan di Kompleks Cammo Industrial Park kota Batam, Kepulauan Riau, pada Selasa (29/8/2023) pukul 14:30.
Penggerebekan tersebut dilakukan atas permintaan Kementerian Keamanan Publik Cina yang menemukan indikasi kejahatan love scamming alias penipuan asmara dari wilayah Indonesia.
“Penipuan berbau seks melalui daring itu banyak menimpa warga masyarakat yang ada di RRC. Tentu permintaan itu ditindaklanjuti dan kita bekerja sama Polri dengan kepolisian China MPS (Ministry of Public Security),” ungkap Pandra kepada BBC News Indonesia pada Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Sempat Tertunda, Tarif Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Batam Resmi Naik Harga
Pandra menjelaskan bahwa sindikat itu menggunakan modus penipuan yang dikenal dengan istilah love scamming.
Dalam modus tersebut, para pelaku berpura-pura memiliki ketertarikan seksual pada korban saat melakukan video call.
“Kelima perempuan itu dijadikan seorang yang dieksploitasi untuk melakukan sex-tortion. Kemudian laki-laki yang 83 lainnya berperan untuk membuat suatu narasi-narasi yang nantinya akan menjebak korban.
“Kemudian nanti ada kelompok lain lagi yang melakukan pemerasan kepada korban. Mereka berkelompok dan mengejar target,” kata Pandra.
Baca juga: Tak Kuat Menunggu Masa Nifas Istri, Ayah di Batam Cabuli Anak Tirinya 6 kali
Hasil rekaman video call tersebut yang kemudian digunakan oleh sindikat untuk memeras korban, dengan mengancam untuk menyebarluaskan rekaman tersebut ke media sosial jika mereka tidak mengirimkan uang.
Pandra mengatakan kelompok itu mengambil untung dari penipuan hingga mencapai 10 juta yuan atau setara dengan Rp20,9 miliar rupiah.
“Saya dapat informasi yang kena itu juga bukan hanya masyarakat atau semua kalangan random, sampai pejabat juga kena. Makanya bisa mengeruk keuntungan bisa segitu banyak,” lanjutnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Pandra dapat memastikan bahwa sebagian besar dari korban merupakan warga negara China dan tidak ada korban warga negara Indonesia yang ikut terjerat.
Hal itu, menurut Pandra, akibat para pelaku tidak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
Baca juga: 4 Fakta Penggerebekan 88 WNA China di Batam Terkait Scamming
Oleh karena itu, ia para pelaku akan segera dideportasi ke negara asal mereka secara bertahap.
“Sudah fix [dideportasi], dan kemarin sudah diserah terima berkas perkara dari Kepolisian Negara Indonesia sebagai jurisdiksi Indonesia kepada pihak RRC melalui kepolisian,” tutur Pandra.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.