Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, M Rizon mengatakan, produksi gabah di Mukomuko mencapai 68.176,30 ton per tahun. Jumlah tersebut dihasilkan dari sawah yang teraliri air.
"Kendala memaksimalkan hasil panen di antaranya sumber air yang jauh dari lahan sehingga banyak lahan sawah tidak produktif. Diperlukan sarana dan prasarana pendukung termasuk saluran tersier air dari Bendung Air Manjunto ke sawah yang belum produkltif. Bila ini dilakukan, produksi gabah bisa naik dua kali lipat mencapai 336.000 ton per tahun," ujar M Rizon
M Rizon memaparkan, akibat belum sampainya saluran sekunder dan primer Bendung Air Manjunto ke lahan potensial sawah, petani menjadikannya perkebunan sawit dan lahan tidur.
Ia berkeyakinan, bila saluran irigasi sampai ke lahan petani, maka banyak petani yang bersedia mengganti sawit menjadi sawah.
Menurut M Rizon, produktivitas sawah dibanding sawit jauh lebih menguntungkan. Satu hektar sawah bisa menghasilkan 11,5 ton padi, sementara sawit per hektar maksimal menghasilkan 3 ton.
"Harga gabah itu nyaris stabil. Jadi petani padi itu aman berbeda dengan harga sawit yang fluktuatif. Saat ini harga gabah memihak petani Rp 6.100 per kilogram petani sawah makin diuntungkan," ungkapnya.
Kabupaten Mukomuko menyadari ancaman ekspansi sawit ke lahan sawah begitu massif. Maka pemerintah setempat mengeluarkan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Alih Fungsi dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Perda ini mengatur larangan alih fungsi lahan potensi sawah menjadi perkebun sawit. Sayangnya Perda belum maksimal karena kebutuhan akan jaminan air untuk sawah belum maksimal.
"Larangan alih fungsi sawah ke sawit sudah ada, namun Perda ini harus dikuatkan dengan jaminan air sehingga petani bisa taat. Petani kan butuh kepastian, jadi kalau mereka punya lahan potensi sawah namun tidak ada jaminan air maka mereka nekat tanam sawit," jelas M Rizon.
Nodo, Kades Rawa Mulya, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, menguatkan pernyataan M Rizon.
Menurutnya, bila ada jaminan ketersediaan air untuk persawahan maka petani siap mengganti lahan yang terlanjur ditanami sawit menjadi sawah.
"Di desa saya saat ini ada sekitar 10 hektar lahan sawit dikembalikan fungsinya menjadi sawah karena saat ini saluran tersier telah dibangun. Saya optimistis kalau saluran bendung baik sekunder dan tersier sampai ke lahan petani lebih memilih sawah ketimbang sawit," demikian Nodo.
Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera Wilayah VII (BWSS VII) Adi Umar Dani, saat dikonfirmasi menyatakan, pihaknya terus berupaya mengoptimalisasi fungsi Bendung Air Manjunto di Kabupaten Mukomuko.
Masih banyak kebutuhan saluran tersier dikarenakan dari 9.493 ha luas potensial sawah, masih 4.498 ha yang sudah fungsional (terlayani dengan saluran tersier). Sementara sisanya 4.995 ha, belum terlayani irigasi dari Bendung Air Manjuto.
Di lain sisi, kebutuhan air di tingkat petani untuk lahan sawah tadah hujan, lahan tidur, dan lahan eks sawit yang sudah dicetak sawahnya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas hasil pangan.