MADINAH, KOMPAS.com- Mengenakan sorban merah putih khas Arab Saudi, Ariful Bahri terlihat sibuk. Ia mengisi kajian untuk jemaah yang mayoritas orang Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.
Kegiatan ini dilakukan Ariful setiap hari, tanpa libur.
Ariful menceritakan awal mula ia mengisi kajian di Nabawi. Bermula saat ia kuliah S2 di Universitas Islam Madinah (UIM).
Baca juga: Seorang Jemaah Haji Usai 73 Tahun Asal Bulukumba Wafat di Madinah
Pada 2019, kampus UIM bekerjasama dengan Masjid Nabawi. Mereka mengirim mahasiswa yang memiliki ilmu mumpuni dan lancar berbahasa Indonesia untuk memberikan kajian di masjid yang didirikan Rasulullah itu.
Ariful mengaku tidak tahu bagaimana proses seleksinya. Tiba-tiba dirinya diterima untuk mengisi kajian di Nabawi. Ia pun tidak pernah diminta berkas apapun dan tidak ada proses seleksi lainnya.
"Cara pemilihannya kami tidak tahu. Ini karunia Allah, ya. Mungkin karena data-data kami sudah ada semua di UIM," tutur dia, belum lama ini.
Informasi pengumuman disampaikan melalui WhatsApp. Setelah lolos itulah ia baru diminta menghubungi salah seorang Syaikh yang mengurusi bagian dakwah di Masjid Nabawi.
"Waktu itu saya sedang liburan di Indonesia. Setelah Idul Adha langsung ke sini. Saya interview dengan syaikh terkait bahasa Arab, hafalan Al-Quran dan sebagainya," tuturnya.
Baca juga: Mengenal Tasreh, Izin Masuk bagi Jemaah Haji ke Raudhah Masjid Nabawi
Pria lulusan doktor bidang syariah itu mengisi kajian di pintu (gate) 19, tidak jauh dari pintu utama masjid Nabawi.
Di luar musim haji, kajiannya fokus dua hal, yaitu keutaman-keutamaan Kota Madinah dan sejarahnya. Sedangkan saat musim haji kajiannya fokus seputar manasik haji.
Pada musim haji, kajian yang digelar sehabis Mahgrib ini dihadiri seribuan jemaah yang mayoritas merupakan jemaah haji Indonesia.
Terlihat pula jemaah dari negara lain seperti Malasyia, Filipina, Brunai Darussalam, dan lainnya.
Kepada jemaah Indonesia yang mengikuti kajiannya, Ariful meminta manfaatkan waktu di Madinah untuk belajar agama, selain beribadah.
"Ada banyak manfaatnya bagi siapapun, agar kita nambah cinta sama Nabi, insya Allah," katanya lagi.
Baca juga: Kisah Surip, 18 Tahun Menabung dari Hasil Angon Bebek untuk Naik Haji
Soal metode dan cara pandang yang digunakan saat mengisi kajian, pria lulusan pesantren di Riau itu mengaku empat mazhab dalam Islam tidak jauh berbeda, tergantung bagaimana dirinya menyampaikan kepada para jemaah.
"Alhamdulillah orang Indonesia orang yang mau mendengarkan. Mazhab itu tidak jauh berbeda, yang beda itu cara menyampaikan," tutur dia.
Mengaku bangga, Ariful bersyukur setiap hari bisa shalat di Masjid Nabawi. Lebih-lebih bisa mengisi kajian di Masjid kebanggaan umat Islam.
"Bangga ya, bisa shalat di sini, bisa ngajar ngaji di sini, setiap hari," ujarnya.
Baca juga: Setiap Jemaah Haji Asal Aceh Dapat 1.500 Riyal dari Wakaf Baitul Asyi
Ariful mengaku rumahnya cukup jauh dari Masjid Nabawi. Jaraknya sekitar 7 kilometer dari masjid tempanya mengajar setiap hari.
"Setiap hari ngisi kajian. Pokoknya kalau tidak sakit atau tidak ke Mekah, pasti ngajar," ujarnya dengan linangan air mata.
Berkisah soal dukanya, Ariful mengaku sakit pun kadang tetap mengisi kajian, tidak pernah libur, bahkan saat Lebaran tiba.
"Kadang tubuh menggigil, demam. Saya minta ke Abang saya cepat bawa ke Masjid Nabawi. Enggak ada libur, Lebaran juga gas," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.