KAPUAS HULU, KOMPAS.com – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji kembali meminta pemerintah pusat tidak melarang budidaya dan peredaran kratom (Mitragyna speciosa) atau dikenal juga nama daun purik.
Menurut Sutarmidji, sebagian masyarakat, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu, menggantungkan hidupnya dengan menanam dan menjual daun purik tersebut.
“Saya berharap, budidaya kratom tidak dilarang, karena merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat Kapuas Hulu. Ditambah lagi, jumlah pohon kratom di Kapuas Hulu ini sangat banyak, mencapai jutaan batang,” kata Sutarmidji dalam keterangan tertulis, usai mengunjungi Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa (14/3/2023).
Baca juga: Gubernur Kalbar Klaim Senator Amerika Pernah Datang untuk Bangun Pabrik Pengolahan Kratom
Sutarmidji menjelaskan, luas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu ini, lebih besar dari Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang ditambah Provinsi Banten. Sebanyak 51 persen dari luas wilayahnya merupakan daerah kawasan.
“Kalau kratom dilarang, apalagi yang mau dibuat orang Kapuas Hulu ini, kan kita sudah menjaga lingkungan kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional," ungkap Sutarmidji.
Sebelumnya, pemerintah disebut akan melarang penggunaan dan ekspor kratom mulai tahun 2024. Jangka waktu tersebut dinilai memberikan kesempatan kepada para petani kratom beralih menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang sama dengan tanaman kratom.
Koordinator Tim Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Pur) Ahwil Luthan mengatakan larangan kratom di tahun 2024, dikarenakan pemerintah tidak mau mematikan rakyat yang telah menjadi petani kratom dan mendapatkan penghasilan dari tanaman tersebut.
Baca juga: Harga Kratom Anjlok Jadi Rp 16.000 Per Kilogram, Petani Mengeluh
Permintaan tertinggi kratom justru berasal dari Amerika Serikat (AS). Padahal, BPOM AS (FDA) telah menyatakan tanaman kratom tidak boleh dipakai sebagai suplemen makanan.
“Kami mendapatkan kabar, beberapa tahun ini ekspor dari Kalimantan Barat cukup tinggi. Setelah dua sumber opium di dunia diberantas habis. Jadi ini adalah pengganti opium,” ujar Ahwil.
Tingginya permintaan ekspor kratom, ungkap Ahwil membuat posisi Indonesia menjadi serba salah dan tidak enak. Mengingat banyak negara di ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melarang penggunaan kratom di negara mereka.
Apalagi, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika tidak memasukkan kratom sebagai jenis narkotika.
“Jadi belum ada (larangan) di Indonesia. Jadi kita masih memberikan waktu sampai 2024. Kenapa, kita tidak mau terjadi dampak sosial yang mengganggu petani-petani. Kalau kita langsung berantas dan musnahkan pohon-pohon di sana, petaninya makan apa? Jadi kita beri kesempatan sekian tahun supaya mereka bisa merubah jenis tanamannya yang nilainya hampir sama,” jelas Ahwil Loetan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.