Seolah hapal di luar kepala, Subarnas langsung tancap gas membawa lori ke toko yang dimaksud. Jarak dari lokasi penurunan muatan ke toko itu sekitar 100 meter.
Tidak lama, hanya sekitar 6 - 8 menit Subarnas sudah kembali ke lokasi bongkar muat.
"Kayaknya masih ada banyak (yang harus diantar), itu truk satu lagi mau masuk, jadi harus cepat," kata Subarnas.
Tatusi yang juga baru kembali mengantar muatan langsung menarik karung berukuran besar ke atas lori.
Baca juga: Kuli Panggul di Pasar Kota Solo Bakal Go Digital, Bisa Pesan Lewat Aplikasi
Karung itu berisi celana jeans dan kaos oblong milik toko di lorong bagiannya.
"Waduh," kata Tatusi.
"Wis tue, awas encok," seru buruh panggul lain yang tertawa melihat Tatusi kepayahan.
Usai mengangkut sekitar 10 karung, Tatusi bercerita ongkos yang dipatok untuk jasa angkut itu Rp 5.000 per karung.
"Cuman Rp 5.000 per karung," kata Tatusi.
Dalam sehari, Tatusi mengaku hanya sanggup mengangkut 20 - 30 karung dengan berat antara 10 - 50 kilogram.
"Sanggupnya sekarang cuman segitu, itu juga paling sampai siang aja, udah nggak kuat lagi kalau sampai sore," kata Tatusi.
Kondisi ini berbeda dengan di masa "keemasannya" dahulu. Tatusi mengaku sudah menjadi buruh panggul sejak tahun 1970-an di pasar itu.
Baca juga: Kisah Wagiyem Jadi Kuli Panggul di Solo, Angkat Barang 80 Kg Dapat Upah 10.000
30 tahun lalu, dalam sehari Tatusi bisa mengangkut hingga di atas 300 kilogram muatan.
"Sekarang ya semampunya aja, yang penting cukup buat makan sehari-hari," kata kakek tiga cucu ini.
Subarnas juga mengakui kini tidak bisa terlalu banyak mengambil order angkut karena keterbatasan staminanya.
"Tapi masih mending saya, dari pada dia, masih banyakan saya ngangkutnya," kata Subarnas bersenda gurau kepada Tatusi.
"Kalau dia (Tatusi) mungkin sudah 30-an tahun di sini, saya paling baru 20-an tahun," kata Subarnas.