KLB campak disebabkan tidak tercapainya target pelayanan imunisasi rutin selama dua tahun berturut-turut, sehingga banyak anak-anak yang tidak diimunisasi rutin akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: 46 Anak Terjangkit Campak Sudah Sembuh, Dinkes Surabaya Minta Warga Tetap Waspada
Penurunan cakupan imunisasi itu juga menurun di Dogiyai. Kini, angkanya tidak lagi mencapai jumlah seperti pada 2019 dan tahun-tahun sebelumnya.
“Masyarakat menolak imunisasi dasar yang biasa dilakukan karena masyarakat pikir disuntik vaksin Covid-19. Akibat dari tidak diimunisasi itu, sekarang terjadi kasus campak,” kata Isak menjelaskan.
Setelah kasus suspek campak dikonfirmasi sebagai campak, Dinas Kesehatan Kabupaten Dogiyai mengatakan PJ Bupati Dogiyai Petrus Agapa sudah menyerahkan vitamin A, vaksin untuk imunisasi, dan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk anak yang menderita kurang gizi.
Itu sudah dilakukan sejak akhir Februari.
“Untuk kami di Dogiyai, secara keseluruhan di wilayah kerja kabupaten Dogiyai, puskesmas itu sudah jalankan imunisasi, pemberian vitamin, dan PMT,” kata Isak.
Kementerian Kesehatan melalui rilisnya pada Januari lalu, juga mengaku telah berupaya mengejar imunisasi dasar yang tertinggal akibat pandemi dengan melakukan dua kali perpanjangan masa imunisasi.
Namun, Pastor Yaskiel mengatakan bantuan itu tidak sampai ke masyarakat.
“Kalau ada [bantuan itu], kenapa mereka tidak layani warganya?” kata dia.
Baca juga: Biak Numfor Papua Zero Kasus Campak Rubella Anak Sepanjang 2022
Wabah campak juga pernah terjadi di Papua pada 2018 lalu, berbarengan dengan gizi buruk. Wabah terjadi di Kabupaten Asmat dan wilayah Pegunungan Bintang dan menyerang sekitar 600 anak.
Sebanyak 71 orang meninggal dunia, 66 di antara mereka akibat campak.
Pemerintah menetapkan peristiwa itu sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Kala itu, Panglima TNI mengklaim permasalahan [campak] itu sudah selesai dan sudah tidak ada lagi campak setelah satgas TNI melakukan vaksinasi terhadap 13.000 lebih anak yang tersebar di 224 kampung di Asmat.
Baca juga: Tingkatkan Cakupan Imunisasi MR, Dinkes Surabaya: Sudah 46 Anak Terjangkit Campak
Salah satu permasalahan yang dihadapi warga kala itu tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi saat ini, yaitu sulit mendapatkan akses kesehatan.
Tenaga kesehatan di perkampungan, terbatas. Jaraknya pun jauh, harus menggunakan perahu. Sementara perahu dan minyak pun belum tentu ada.
Ketika ada fasilitas kesehatan, petugas medisnya jarang bersiaga di posko kesehatan.
Akibatnya banyak anak yang tidak bisa sembuh karena tidak ada obat dan pengobatan.
Berita ini telah diperbarui dengan menambah jumlah anak yang meninggal karena campak, berdasarkan data terbaru dari Pastor Paroki Kristus Penebus Timeepa, Yeskiel Belau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.