SURABAYA, KOMPAS.com - Dalam kurun waktu dua tahun, kasus balita stunting di Kota Surabaya, diklaim menurun signifikan.
Pada 2020, kasus balita stunting di Surabaya tercatat mencapai 12.788. Namun di akhir 2022, menurun drastis dan tersisa 923 kasus.
Berdasarkan data dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi angka stunting di Kota Pahlawan menurun secara signifikan.
Pada 2021, prevalensinya mencapai 28,9 persen (6.722 balita), kemudian di 2022 angkanya menurun jadi 4,8 persen.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, menurunnya prevalensi angka stunting itu, tak lepas dari kerja keras antar Perangkat Daerah (PD) di lingkup pemkot.
Baca juga: Plt Walkot Semarang Optimistis Capai Target Nol Kasus Stunting pada 2023
"Bukan hanya kerja keras PD, kecamatan dan kelurahan saja, tetapi juga melibatkan semua unsur. Mulai akademisi, perguruan tinggi hingga para Kader Surabaya Hebat (KSH) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)," kata Nanik di Surabaya, Kamis (26/1/2023).
Dari sektor kesehatan, Dinkes Surabaya dihadapkan langsung dengan proses penanganan dan intervensi stunting.
Mulai dari menganalisis calon pengantin, ibu hamil, balita, hingga anak-anak. Analisa itu dilakukan bertujuan untuk memantau dan mencegah calon pengantin melahirkan anak berisiko stunting.
Nanik menyebut, intervensi yang dilakukan Dinkes Surabaya, digerakkan bersama Tim Penggerak PKK dan KSH.
Ketika ada dugaan pasangan setelah menikah akan melahirkan bayi berisiko tinggi mengalami stunting, lanjut Nanik, segera dilakukan pencegahan dengan pemberian gizi, berupa susu ibu hamil.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.