Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Legedo, Sastra Lisan Suwawa di Ambang Masa Senja

Kompas.com - 31/12/2022, 06:00 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

 

GORONTALO KOMPAS.com –  Wau nonggo Dudamu, Turusi demintigiya, Ino wunggato no tamu, Sambe piya no haleniya (Saya dari desa Dudamu, Terus ke sana, kita kedatangan tamu, yang sangat baik hatinya). Wagu yio motabiu, Tuo mayi otihiu, Wagu yio moponuu, Tuo mayi otayuu (Kalau kau sayang padaku, Duduklah di sampingku, Kalau kau rindu padaku, Duduklah di depanku). 

 

Dendang nyanyian berbahasa Suwawa ini bergema di belakang rumah dekat kandang ayam milik Muhtar Hikaya, yang akrab dipanggil Pak Riko, petani tua warga Desa Bondawuna Suwawa Selatan Kabupaten Bone Bolango

 

Bersama istrinya, Pak Riko terus berdendang bersahut-sahutan syair dengan iringan gambus (alat musik petik khas Gorontalo).

Baca juga: Guru Agama dan Guru Bahasa Daerah Dipastikan Masuk Formasi Seleksi PPPK Jateng Mendatang

 

 

Angin bertiup membawa uap air dari Sungai Bone memberi kesejukan sore, menyemangati alunan vokal beriring petikan gambusi tua milik Pak Riko.

 

Di belakang rumah ini legedo dinyanyikan, suara lengking Pak Riko dan istrinya terbawa hingga ke punggungan bukit belakang rumah, pepohonan yang rimbun ini seakan dininabobokan oleh lamat-lamat suara legedo, pas dengan suasana sore yang terasa lebih cepat menghilang, matahari bersembunyi dalam-dalam di belakang bukit sebelum benar-benar senja berakhir.

 

Bagi telinga warga Gorontalo, syair ini tidak terlalu jelas maknanya meskipun langgamnya sangat familiar. Memang demikian, karena syair yang dilantunkan pasangan ini adalah Bahasa Suwawa, sebuah Bahasa lokal di Gorontalo yang dituturkan penduduk di beberapa kecamatan di Kabupaten Bone Bolango.

 

Bahasa Suwawa atau biasa disebut bahasa Bone Daa (biasa orang menyingkatnya dengan istilah Bonda) kian hari semakin terpinggirkan, penuturnya kebanyakan hanya kalangan kaum tua di daerah tertentu.

 

Dari generasi ke generasi kosa kata Bahasa Suwawa yang dikuasai masyarakat semakin menurun, diperkirakan bahasa ini hanya bisa bertahan pada 3 generasi ke depan, setelah itu akan semakin menghilang.

 

Sulit ditemukan

 

Para pelantun legedo semakin sulit ditemukan, seiring semakin sepinya panggung-panggung hajatan yang mengundang pada pelaku seni tradisi di Kabupaten Bone Bolango.

 

Legedo telah kalah popular dengan pertunjukan organ tunggal yang marak di hampir semua panggung hajatan warga.

 

Legedo adalah sastra lisan pantun yang menggunakan Bahasa Suwawa, disajikan oleh satu atau dua orang. Jika sajian oleh dua orang, maka syair legedo ini dalam bentuk pantun berbalas.

Baca juga: Penonton Kecewa Festival Tunas Bahasa Ibu Dihentikan, Polisi: Kita Sesuai Ketentuan Waktu

 

Pada pertunjukan di desa-desa, para pelantun syair legedo sangat kreatif merangkai kata yang memiliki rima.

 

Kemampuan ini juga yang akan menentukan lama pertunjukan, jika keduanya mampu terus-menerus menjawab pantun lawan mainnya, maka pertunjukan legedo akan berlangsung lama. Di sinilah kemampuan para pemain legedo diuji, termasuk membuat gelak tawa para penonton.

 

Pak Riko adalah petani sederhana yang mengelola ladang bersama istrinya untuk menghidupi keluarganya. Ia bukan artis yang sering diminta mengisi acara-acara dan menerima sejumlah bayaran.

 

“Kami hanya petani saja, kadang-kadang bermain legedo di teras rumah sambal memetik gembusi,” kata Pak Riko.

 

Baca juga: Saat Bahasa Sunda Menggema di Berlinale Film Festival...

Naluri dan semangat berkesenian ini membuat ia lebih tampak muda dari para petani umumnya, selalu tersenyum dan ramah kepada tetamunya. Ramah kepada tamu atau bahkan orang asing sekalipun ini merupakan ciri khas masyarakat Gorontalo pada umumnya. Tak segan-segan menyuguhkan kopi panas, kacang atau pisang.

 

Legedo tumbuh dan hidup dari ruang sosial seperti ini bertahun-tahun, tidak diketahui sejak kapan sastra lisan ini muncul. Namun di masa senja bahasa Suwawa, legedo turut memberi warna dalam upaya konservasi bahasa ini.

 

Dalam bentang alam masyarakat yang berbahasa Suwawa, bukit, lembah, dataran, sungai, hutan dan gunung menjadi tempat hidup seluruh warga. Budaya agraris menjadi warna hidup keseharian, mereka mengakrabi lingkungan sekitar dan mengenalnya dengan baik.

Tak banyak

 

Tidak banyak warga yang menggunakan bahasa suwawa, hanya beberapa kecamatan, terutama di Kecamatan Pinogu, Suwawa Timur, Suwawa Tengah, Suwawa Selatan, juga di pesisir selatan Bone Bolango. 

 

Biasanya warga yang bisa berbahasa Suwawa juga mengerti bahasa Gorontalo, namun sebaliknya orang yang lancar berbahasa Gorontalo tidak tahu bahasa Suwawa. Kedua bahasa ini masih berkerabat dekat.

 

Syair-syair pantun legedo ini juga tidak lepas dari aktivitas sehari-hari warganya, termasuk bahan candaan yang sangat menghibur, juga kisah percintaan kaum muda desa.

 

Pak Riko tidak sendiri, ada juga Ponang Mantulangi petani warga Desa Tapadaa, Kecamatan Suwawa Tengah. Di tengah kesakitan kakinya akibat asam urat ia tetap mendendangkan legedo di rumahnya. 

 

Ponang beberapa kali dipanggil untuk mengisi acara hiburan di hajatan pernikahan atau lainnya di sekitar desanya.

 

Ia lebih bebas untuk memilih ke mana ia pergi karena tidak terlalu terikat pada ladangnya.

 

Jika ada waktu senggang, ia datang ke rumah Pak Riko untuk sama-sama berdendang di teras rumah yang luas.

 

Saat mereka berbalas syair, tetangga Pak Riko akan segera berkumpul menikmati alunan ini. Mereka bahkan menari dengan iringan musik dan syair legedo. Legedo menyatukan kebahagiaan petani di sudut desa ini.

Suasana guyub selalu muncul saat legedo dilantunkan, para petani yang sepanjang siang bekerja di ladang akan berkumpul, bersenda gurau saat menjelang malam. Legedo menjadi sarana ekspresi kebahagiaan mereka.

 

“Biar saja orang lain ribut dengan tambang emas atau batu hitam, kami akan terus berdendang,” ujar Ponang Manulangi terkekeh sambal mengisap tembakau lintingnya.

Baca juga: Video Viral Penghulu Kesulitan Menikahkan Pasangan Tunawicara karena Tak Paham Bahasa Isyarat

 

Ponang memang petani bersahaja, ia memang tidak menghiraukan hiruk pikuk aktivitas penambangan di

daerahnya. Banyak warga desa yang terpincut pada emas yang berada di dalam perut bumi Suwawa, bahkan yang terbaru ditemukan batu hitam yang lebih mudah didapat dan memiliki harga menggiurkan.

 

Hal yang sama juga dialami Kak Nani, pria langsing ini lebih mahir memainkan gambusi sambil mendendangkan syair-syair legedo. Tidak hanya pengaturan rimanya yang enak didengar telinga, namun juga gaya membawakannya lebih atraktif. Goyang tubuhnya seperti menerjemahkan isi pantun yang disajikan, juga ekspresinya yang enak untuk dilihat.

 

Kak Nani lebih muda usianya dari Pak Riko atau Pak Ponang, faktor ini mungkin yang menjadikan Kak Nani lebih atraktif dalam menyuguhkan legedo di masyarakat.

 

Hubungan dan kepekaan sosial para pelantun legedo ini sangat menentukan daya tarik penyajiannya, isu dan tema sosial yang hangat di masyarakat akan lebih menarik dari pada cerita lama yang terus diulang.

 

“Syair legedo paling pas itu terkait keseharian masyarakat, masalah sehari-hari yang dihadapi petani. Pada saat kami nyanyikan biasanya warga sangat senang, karena itu bagian dari keseharian mereka,” ujar Kak Nani.

 

Tidak semua petani di Suwawa dapat dengan mudah menikmati legedo, hanya orang-orang yang biasa dengan para pelantun ini saja yang acap menyaksikannya di sekitar rumah atau jika ada yang meminta mengisi acara hiburan di hajatan pernikahan atau lainnya.

 

Pada masa senja bahasa Suwawa, legedo pun menghadapi hal serupa, pelan-pelan akan punah dimakan zaman.

 

Sastra lisan ini diperkirakan akan lebih dulu menghilang secara perlahan seiring menurunnya penutur bahasa Suwawa.

 

Pak Riko dan Monang Mantulangi yang hanya lulusan sekolah dasar ini juga tidak kuasa menghadapi nasib tragis legedo ini. Mereka pasrah menerima keadaan,  juga bersyukur telah mewarnai seni tradisi sastra lisan di Provinsi Gorontalo.

 

Menghadapi masalah ini, Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo berusaha mengkonservasi sastra lisan ini melalui program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelindungan bahasa dan sastra daerah, salah satunya adalah legedo.

 

“Tahun ini kami memprogramkan pelindungan sastra lisan Suwawa dalam bentuk revitalisasi sastra lisan legedo,” kata Armiati Rasyid, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo, Jumat (30/12/2022).

 

Setahun ini kantor Bahasa intensif melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk mengimplementasikan model pelindungannya. Kerja sama dilakukan dengan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango untuk mendorong inisiasi kegiatan konservasi dan muatan lokal Bahasa dan sastra Suwawa.

 

Para staf kantor Bahasa harus mencari para pelantun legedo ke pelosok-pelosok desa di beberapa kecamatan. Upaya ini tidak serta merta langsung membuahkan hasil sesuai keinginan.

 

“Terkadang kami harus menunggu di suatu titik pada jam tertentu, karena jalan sudah tidak bisa dilalui kendaraan. Pelaku legedo akan turun dari perbukitan yang rumahnya berada di balik beberapa bukit,” kata Dodi Probowibowo

pengkaji bahasa dan sastra kelompok kepakaran dan layanan profesional pelindungan Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo.

 

Pekerjaan konservasi sastra lisan ini membutuhkan tekat dan ketekunan tersendiri. Tantangan di lapangan memberi pelajaran yang indah, bagaimana legedo hidup di habitat penutur bahasa suwawa.

 

Temuan-temuan menarik lainnya adalah, para pelantun ini tidak hanya mendendangkan sastra lisan ini sebagai bentuk kecintaannya, mereka bahkan harus membuat sendiri alat musiknya agar bisa digunakan saat menyajikan legedo.

 

Gambusi biasa dibuat dari kayu nangka atau kayu lainnya, tidak ada toko yang menjual alat musik. Biasanya pesan kepada pengrajin, namun keberadaan pengrajin ini bisa dihitung dengan jari. Kondisi seperti yang menjadi tantangan tersendiri bagi upaya revitalisasi legedo di Gorontalo.

 

Untuk membangkitkan kembali legedo ini, kantor bahasa juga melakukan pelatihan revitalisasi dengan melatih 25 orang yang diharapkan mampu menjadi pelaku seni tradisi ini. Pada pelatihan ini juga tercipta 50 syair legedo yang siap dilantunkan.

 

Program pelindungan sastra lisan legedo ini melibatkan para ahli dengan menggandeng para peneliti sastra lisan dari Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo. Hasil-hasil kajian yang selama ini dilakukan para dosen ini dijadikan energi kebangkitan legedo di masa-masa akhir bahasa suwawa yang terus kehilangan penuturnya.

 

“Setelah itu kami menggelar festival legedo, para peserta pelatihan ini harus menampilkan kemampuannya pada panggung pertunjukan di hadapan banyak orang,” ujar Armiati Rasyid.

 

Temaram senja di Desa Bondawuna selalu datang lebih cepat, bukit dan pepohonan yang menjadi benteng alam lebih dulu menghalangi sinar matahari sore, sebelum sang surya benar-benar tenggelam di balik cakrawala. Suara serangga lebih dulu mengiringi keteduhan senja, mengantar para petani istirahat di rumah setelah menghabiskan siang di ladang.

 

Sayup-sayup terdengar alunan gambusi beriring syair legedo, yang berkisah tentang kepahitan hidup para petani.

Topo gugata nopingga, wambiniya lala-lango, dono hota mayi tingga, tiya dopinolango (sementara mencuci piring, ikan sementara dibakar, di waktu (saat) matahari sudah tinggi, perut sudah terasa lapar).

Wateya osaba-sabari, wanao wambuo nganga, dono pudu’o’u mayi, turusi ode wongganga  (saya bersabar, anak selalu menangis, kemudian saya gendong, lalu saya naikkan kebuaian).

 

Kehidupan para petani selalu menarik, terutama yang mengisahkan tragedi.. Legedo menjadi sarana kisah ini meski telah banyak yang meninggalkannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ketum GP Ansor Gus Addin Sebut Haerul Amri Aktivis Sejati NU

Ketum GP Ansor Gus Addin Sebut Haerul Amri Aktivis Sejati NU

Regional
Polisi Buru Selebgram soal Arisan Bodong di Bengkulu, Kerugian Rp 2 Miliar

Polisi Buru Selebgram soal Arisan Bodong di Bengkulu, Kerugian Rp 2 Miliar

Regional
Hadi Santoso Gantikan Quatly Abdulkadir Alkatiri Jadi Wakil Ketua DPRD Jateng

Hadi Santoso Gantikan Quatly Abdulkadir Alkatiri Jadi Wakil Ketua DPRD Jateng

Regional
Terobos Palang Pintu, Motor Terserempet Kereta di Banyumas, 2 Orang Tewas

Terobos Palang Pintu, Motor Terserempet Kereta di Banyumas, 2 Orang Tewas

Regional
Laporkan Pelecehan Seksual, Mahasiswi PKL Jadi Tersangka UU ITE

Laporkan Pelecehan Seksual, Mahasiswi PKL Jadi Tersangka UU ITE

Regional
4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

Regional
Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Regional
Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Regional
Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Regional
Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Regional
2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

Regional
HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

Kilas Daerah
Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Regional
Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Regional
Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com