Adapun asal mula mitos Kunto Bimo adalah akal-akalan oknum petugas candi pada tahun 1950-an demi meningkatkan pendapatan dari pengunjung candi.
Mereka menaburkan bunga dan uang pada satu arca dalam stupa sehingga memberi kesan mistis kepada wisatawan yang berkunjung.
Lebih lanjut, seorang arkeolog Belanda, August Johan Bernet Kempers (1906-1992) dalam bukunya Ageless Borobudur juga pernah menyinggung fenomena ini.
Perilaku pengunjung Candi Borobudur yang mengistimewakan arca Buddha di Arupadatu disebut tidak diketahui secara pasti.
Terutama soal alasan mengapa bagian dari arca yang harus disentuh adalah jari manis dan tumit.
Diduga hal ini juga merupakan akal-akalan agar para pengunjung tidak dengan mudah melakukannya, sehingga kemungkinan kecil atau sedikit wisatawan yang akan berhasil.
Aksi merogoh arca Kunto Bimo sebenarnya sudah lama dilarang untuk dilakukan demi kelestarian batuan candi.
Dilansir dari intisari.grid.id (5/6/2022), Kepala Unit PT Taman Wisata Candi Borobudur, Pujo Suwarno menyebut bahwa aksi merogoh patung itu sebenarnya menjadi sumber penyakit bagi batu-batu yang melindungi patung tersebut.
Pujo Suwarno juga menjelaskan mengapa wisatawan tidak seharusnya melakukan hal ini, mengingat usia candi yang sudah semakin tua.
Terlebih jika dilakukan di terik matahari di mana tangan dan kaki wisatawan mengeluarkan keringat yang akan menempel pada batu saat berusaha merogoh arca Kunto Bimo.
Keringat yang menempel pada batu mengandung garam di mana akan menimbulkan penyakit pada batuan pada candi yang dibangun sejak abad ke-8 tersebut.
Dikhawatirkan aksi ini akan membuat batu-batu penyusun stupa dan arca kondisi lama-kelamaan akan keropos.
Oleh karenanya, demi menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah tersebut, Pujo Suwarno mengingatkan para wisatawan untuk tidak merusak dan menyakiti batu penyusun stupa dan arca tersebut.
Sementara dilansir dari unggahan Instagram @konservasiborobudur (8/12/2022), perilaku terkait mitos Kunto Bimo ini menjadi masalah dalam pelestarian Candi Borobudur.
Terlebih karena stupa maupun arca di Candi Borobudur merupakan salah satu elemen pada tempat yang disakralkan oleh umat Buddha.
Maka sudah seharusnya wisatawan yang berkunjung juga menerapkan toleransi antar umat beragama dengan menghargai berbagai elemen sakral di tempat ibadah umat Buddha ini.
Sumber:
Instagram @konservasiborobudur
jateng.tribunnews.com
intisari.grid.id
kompas.com (Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino, Editor : Widya Lestari Ningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.