KOMPAS.com - Polisi menutup sementara lokasi tambang yang meledak di Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Saat ini, tambang yang meledak telah diberi garis polisi.
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan, polisi akan melakukan upaya penyelidikan lebih lanjut terkait penyebab ledakan tambang batu bara tersebut.
"Untuk sementara, saat ini tambang batu bara pada IUP PT Nusa Alam Lestari (NAL) ditutup dalam rangka penyelidikan," kata dia dikutip dari TribunPadang.com.
Kedepannya penyidikan akan dilakukan oleh Polres Sawahlunto bersama dengan Polda Sumbar.
Baca juga: Diduga Gas Metana Tinggi, Tambang di Sawahlunto Meledak, 10 Orang Dinyatakan Tewas
Sejauh ini, pihaknya menduga ledakan itu diduga dipicu karena adanya percikan api dari dalam lubang tambang.
"Diduga meledak karena gas metana akibat adanya percikan api. Dari mana asal percikan api itu, sedang kita selidiki," kata dia.
Menurut dia, tambang dengan kedalaman 200 meter itu mengandung gas metana yang cukup tinggi.
Bahkan, korban yang meninggal diduga juga karena menghirup gas metana itu.
Kepala Dinas ESDM Sumbar Herry Martinus mengatakan, kewenangan pengawasan dan perizinan tambang batu bara berada di kementerian.
"Tambang batu bara izin dan kewenangannya ada di pusat, Kementerian ESDM, kewenangan kita (provinsi-red) hanya galian C," kata dia.
Meskipun, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT NAL diteken Gubernur Sumbar pada 7 Juni 2020 silam, namun pasca berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pengawasan sudah dialihkan ke kementerian.
"Dari tahun 2020, semua kewenangan ditarik ke pusat untuk tambang mineral dan batubara," ungkap dia.
Proses evakuasi yang dilakukan tim gabungan dari Basarnas, BPBD, TNI, Polri dan lainnya sudah menemukan seluruh korban.
Sebanyak 10 orang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dan empat mengalami luka-luka.