NUNUKAN, KOMPAS.com – Polres Nunukan, Kalimantan Utara, mencatat ada sekitar 17 perkara pidana ringan yang diselesaikan lewat restorative justice (keadilan restoratif).
Sebanyak 13 perkara dilakukan pada medio Januari–September 2022. Sementara pada Oktober 2022, terdapat 4 perkara pidana ringan.
Terdiri dari 2 perkara pencurian handphone, 1 perkara KDRT dan 1 perkara penganiayaan dalam keluarga.
Baca juga: Kajati Jawa Timur Sebut 120 Perkara di Jatim Diselesaikan dengan Restorative Justice
"Upaya restorative justice kita lakukan sebagai implementasi Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Selain untuk mendekatkan diri dengan masyarakat, kita juga berupaya untuk meningkatkan tingkat kepercayaan mereka kepada Polisi," ujar Kapolres Nunukan, AKBP Ricky Hadianto, Selasa (18/10/2022).
Ricky menegaskan, Polisi saat ini tengah disorot akibat sejumlah kasus nasional yang melibatkan para perwiranya.
Kondisi ini pun menjadi sebuah pertaruhan marwah dan integritas Polisi, sehingga upaya penyelesaian hukum pidana ringan di luar persidangan, dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan tersebut.
"Syaratnya adalah tindak pidana itu ringan, dan korban atau pelapor secara suka rela mencabut laporannya," jelasnya.
Adapun 4 perkara ringan yang telah diselesaikan pada Minggu ketiga Oktober 2022, sebagaimana dirincikan Ricky, terdiri dari, dua kasus dugaan pencurian HP yang lebih disebabkan akibat kelalaian pemilik.
Lokasi kejadian, ada di Jalan Lingkar, di sebuah warung Baso, dengan pelaku, seorang IRT bernama MH dan korbannya pelajar bernama ND. Kejadian kedua, di Jalan Pasir Putih. Pelakunya MS dan korbannya MH.
Baca juga: Mendamba Punya HP, Anak Buruh Mencuri Ponsel, Dibebaskan Lewat Restorative Justice
Akibat kelalaian tersebut, pelaku yang rata-rata beralasan tidak mampu membeli HP karena faktor ekonomi, berniat memiliki dan menguasai gawai tersebut.
Ricky menegaskan, kejahatan tidak saja muncul akibat niat dari pelaku, melainkan ketika ada kesempatan.
Dalam kasus ini, para korban berinisiatif mencabut laporan karena iba dan kasihan atas nasib pelaku yang mendambakan Hp Android, namun belum mampu membelinya.
Selanjutnya, kasus KDRT. HM (36) melaporkan suaminya MY (36), karena melakukan pemukulan ke bagian wajah dan kepala menggunakan tangan kosong serta bagian kaki menggunakan gagang sapu.
Kasus KDRT itu berawal dari kemarahan suaminya kepada istri, yang tidak bersedia memberikan handphone kepada anak Balitanya yang rewel dan menangis. Keduanya lantas terlibat cekcok mulut yang berujung pemukulan.
Upaya restorative justice ditempuh setelah istri memaafkan perlakuan suaminya. Selain itu, luka akibat pemukulan tidak terlalu berat.
Baca juga: Polda Metro: Kasus Konten Prank Baim Wong Bisa di-Restorative Justice
Pasangan inipun memiliki anak Balita, sehingga nasib si bocah akan terbengkalai jika ayahnya dipenjarakan.
Kasus terakhir, adalah perkara dugaan kekerasan yang dilakukan saudara kandung. Peristiwa bermula saat IN (24) sebagai adik tidak terima dipukul oleh abang kandungnya RN (32).
Keduanya tinggal dalam satu rumah panggung, dan sama sama sudah berkeluarga. IN tinggal di lantai bawah, dan RN tinggal di bagian atas.
Pada pukul 23.00 wita, RN yang bermain dengan anaknya, mengganggu istirahat keluarga IN, apalagi lantai rumah panggung terbuat dari papan, sehingga menimbulkan suara berisik.
IN menegur abangnya agar tidak berisik, namun malah disalah fahami, sampai terjadi cekcok dan pemukulan. IN ditendang di bagian bibir sampai robek dan berdarah.
Keluarga besar merekapun datang ke Polisi dan memohon untuk diselesaikan secara kekeluargaan. IN akhirnya mencabut laporan, menimbang istri abangnya tengah mengandung 3 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.