MANGGARAI TIMUR, KOMPAS.com - Di usia senjanya, Rosalia Ngene (82) masih harus merasakan kesusahan.
Nenek asal Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, itu hidup merana di gubuk reyot tanpa listrik.
Dia pun makan seadanya. Rosalia kerap hanya menyantap ubi atau pisang lantaran tak memiliki beras untuk disantap.
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini
Nenek Rosalia tinggal berdua bersama anaknya, Herman Jata (50) di rumah tanpa listrik.
Sebetulnya jaringan listrik negara sudah masuk di Dusun Heso, tetapi mereka tak punya biaya untuk membeli meteran dan instalasi.
Ketika hari gelap, mereka hanya mengandalkan pelita berbahan bakar minyak tanah.
Baca juga: Pengelolaan Bersama TN Komodo, Anggota DPRD NTT: Ini Beri Kontribusi Langsung Buat PAD
Jika minyak tanah habis, mereka terkadang mengandalkan penerangan api dari tungku.
Saat berstirahat, keduanya tidur tanpa penerangan.
Keduanya tak memungkiri jika listrik memang menjadi kebutuhan utama yang mereka dambakan.
"Yang kami sangat butuh sekarang ini listrik. Jujur, kami sangat merindukan itu. Mau beli uang dari mana. Untuk makan saja kami ini susah," ungkap Herman.
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini
Suami Rosalia telah meninggal sejak 20 tahun lalu.
Bersama Herman, dia tinggal di rumah berlantai tanah, berdinding bambu, dan beratapakan seng.
Dinding gubuk itu sudah banyak yang berlubang lantaran termakan usia.
Atapnya juga sudah banyak yang bocor. Saat hujan, mereka mencari bagian yang aman agar bisa istirahat.
Nenek Rosalia tak memiliki kasur. Dia tidur beralaskan tikar yang sudah usang.
Baca juga: Pilot Pesawat T-50i Terakhir Melakukan Kontak Sejam Setelah Lepas Landas dari Lanud Iswahjudi
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini
Herman pun tak bisa bekerja di tempat yang jauh karena ibunya sudah sakit-sakitan.
Setiap hari, ia harus memasak dan memberi makan untuk sang ibu.
"Paling saya keluar pergi cari kayu, ubi, dan sayur ke kebun. Tidak bisa lama juga. Karena, mama tidak bisa buat apa-apa lagi. Semuanya serba dibantu," tutur Herman.
Keseharian Rosalia dan Herman hidup dalam kekurangan. Mereka terbiasa makan seadanya.
Saat ada uang hasil kerja serabutan, mereka bisa membeli beras.
Baca juga: Upaya Mempromosikan Pariwisata Nagekeo NTT lewat Acara Fesyen
Ketika tak ada beras, keduanya hanya mengonsumsi pisang dan ubi kayu.
"Seringkali rebus ubi dan pisang saja. Supaya kencang, saya buatkan sayur. Sayur juga tidak pernah yang namanya pakai minyak goreng. Mau beli minyak goreng, uang dari mana. Intinya kami bisa kenyang, badan sehat," kata dia.
Herman mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan sosial (bansos) seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako.
"Paling yang dapat ini Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 dari desa. Untuk dari Pemerintah Kabupaten dan Pusat sama sekali belum pernah. Tidak tahu juga apa alasannya," ujarnya.
Ia pun berharap, pemerintah bisa membuka mata dengan kondisi keluarganya. Apalagi, kini sang ibu, sudah sakit-sakitan.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Labuan Bajo, Nansianus Taris | Editor: Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.