Tak sadar terjerat perbudakan
Sekretaris SBMI Tegal, Erni Hikmah mengatakan permasalahan ABK terjadi karena ketidakjelasan aturan tata kelola perekrutan, penempatan dan perlindungan ABK.
Apalagi ditambah minimnya pengawasan pemerintah mulai dari hulu hingga hilir terkait sistem tata kelola menjadi ABK tersebut.
"Aturan perizinan perusahaan masih tumpang tindih dari Kemanaker ataupun Kemenhub. Jadi keduanya sama-sama bisa mengeluarkan izin. Tapi tidak ada jaminan perusahaan yang punya izin tidak melakukan praktik perbudakan," ucapnya.
Oleh karena itu, aturan yang tidak tegas dan ketidaktahuan akan risiko menjadi ABK rentan dimanfaatkan oleh perusahaan perekrutan dan penyalur (manning agency).
Mereka getol menjual janji-janji kepada masyarakat bahwa bekerja menjadi ABK di kapal ikan asing bakal mendapat gaji besar, bisa jalan-jalan ke luar negeri dan proses pengurusan dokumen yang mudah.
Padahal, kebanyakan perusahaan perekrutan dan penyalur (manning agency) melakukan proses perekrutan ABK yang tidak sesuai prosedur atau unprosedural.
"Waktu proses perekrutan biasanya mereka diiming-imingi oleh sponsor dengan gaji besar. Saat mereka mendaftar memang dipermudah, tidak dibebani biaya pengurusan dokumen seperti paspor, buku pelaut dan BST semua ditanggung perusahaan penyalur. Tapi sebenarnya gaji mereka dipotong sehingga ABK tidak sadar terjebak oleh jeratan utang," kata Erni.
Erni menjelaskan dokumen keberangkatan yang dibutuhkan ABK itu antara lain perjanjian kerja laut (PKL), Letter of Guarantee (LG), sertifikat Basic Safety Training (BST), Buku Pelaut, Paspor, Visa dan kartu identitas diri.
"Saat mereka akan berangkat diminta buru-buru tanda tangan PKL. Kebanyakan kontrak dua tahun karena mereka tidak diberikan kesempatan penuh untuk membaca. Akhirnya tidak tahu ketika mereka tidak finis kontrak uang jaminan tidak keluar. Bahkan ada yang didenda untuk tiket kepulangan. Saat akan mengambil dokumen juga diminta uang penggantian. Ujung-ujungnya uang hasil mereka bekerja akan minus," ungkapnya.
Menurutnya, ABK tidak menyadari bahwa dirinya telah dikelabui sehingga terjerat perbudakan mulai dari proses perekrutan, dieksploitasi saat bekerja hingga kepulangan.
"Setelah dipekerjakan ternyata di atas kapal banyak pelanggaran hak asasi manusia. Mereka mengalami perbudakan seperti jam kerja berlebihan, makanan san minuman tidak layak, kekerasan fisik, kecelakaan kerja, sakit hingga meninggal karena tidak ada fasilitas kesehatan. Hanya diberi obat antibiotik untuk segala penyakit. Mendarat pun susah bisa berbulan-bulan kapal tidak pernah bersandar," ujarnya.
Erni mengatakan hingga saat ini praktik perbudakan itu masih terus terjadi. Bahkan pihaknya telah menerima ratusan pengaduan kasus-kasus yang menimpa ABK.
Sebagian besar perusahaan perekrut dan penyalur ABK yang diadukan itu beroperasi di wilayah Jawa Tengah.
Data SBMI mencatat jumlah aduan kasus yang menimpa ABK Indonesia dari kabupaten kota pada 2018 hingga 2021 tercatat total sebanyak 490 kasus.
Kasus terbanyak berasal dari ABK di Provinsi Jawa Tengah yakni sebanyak 218 kasus dengan sebaran ada di Tegal, Brebes, Pemalang, Cilacap, Pekalongan, Banyumas, Kebumen dan kabupaten lainnya.
"Kebanyakan aduan yang dilaporkan soal penahanan gaji, asuransi kecelakaan kerja yang tidak diberikan, penahanan dokumen oleh perusahaan perekrut dan penyalur," ucapnya.
Untuk itu, pihaknya mendesak Pemprov Jateng agar melakukan audit terhadap manning agency yang sebagian besar beroperasi di daerah pesisir utara Jawa Tengah.
"Warga Jateng banyak yang jadi korban manning agency ilegal. Kami minta Pemprov Jateng melakukan audit dan pengawasan kepada manning agency di Jateng," pungkasnya.
---------
Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Riska Farasonalia, kontributor Kompas.com di Semarang, sebagai peserta program pelatihan dan fellowship liputan mendalam praktik perbudakan pekerja migran Indonesia di kapal asing atas kerja sama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dan Greenpeace Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.