LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com- Menelusuri keindahan dan keunikan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak di Desa Mertak, Kecamatan Pujut Lombok Tengah, memang tak akan ada habisnya.
Siapa sangka, di balik keindahan kawasan ini, ada sejumlah cerita unik yang luput dari perhatian.
Salah satunya adalah cerita si Patok, seekor elang laut di kawasan penangkaran satwa Gunung Tunak.
Baca juga: Melihat Keindahan Sunset di Atas Bukit Tunak, Tak Kalah dari Pantai Kuta Mandalika
Patok tampak lahap memakan daging yang diberikan padanya di bibir hutan tempat penangkaran satwa. Tubuhnya tampak gagah dengan paruh yang terlihat kuat.
Anwar (45), sang penjaga menunjukkan bulu berwarna merah coklat tua Patok yang padat dengan nuansa hitam di beberapa titik. Terdapat warna putih di bagian leher satwa tersebut.
"Dia sudah kenyang, sekarang pasti tenang, jadi pada siapa pun dia akan jinak," katanya sambil memandang Patok yang berdiri di tangannya, Senin (6/5/2022).
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 7 Juni 2022
Anwar mengatakan, elang laut dengan nama latin Haliaeetus leucogaster itu dikenal memiliki keunggulan berupa daya tahan hidup yang sangat kuat.
Namun, peluru pemburu pernah menembus mata kiri Patok hingga satwa tersebut kini harus bertahan hidup hanya dengan satu mata.
"Tahun 2020 lalu matanya ditembak pemburu, ada luka di matanya, dan saya merawat dia hingga saat ini," katanya sambil menunjukkan satu mata Patok yang hilang.
Baca juga: Video Call Sex Diduga Pejabat ASN Dinsos Lombok Utara Beredar di Medsos, Sekda: Sudah Kami Panggil
Patok adalah satwa langka yang disebut hanya satu-satunya di kawasan TWA Gunung Tunak.
Dia dibiarkan hidup liar di hutan belantara kawasan Gunung Tunak yang juga dikelilingi bukit dan lautan nan cantik.
Elang laut seperti Patok, kata Anwar, akan sangat mudah beradaptasi karena lingkungan yang terjaga.
"Gunung Tunak ini surga bukan hanya bagi kita yang menyukai keindahannya tapi juga bagi satwa, mereka hidup dipantau tapi bebas di alam liar," katanya.
Baca juga: Melihat TPA Kebon Kongok di Lombok, Sampah Sudah Melebihi Kapasitas, Perluasan Ditolak Warga
Anwar bercerita, menjinakkan burung predator seperti Patok, bukan hal yang mudah.
Perlu kesabaran karena dibutuhkan waktu yang tak singkat untuk saling mengenal.
Anwar mengenang, saat mata Patok ditembak pemburu, elang malang ini ditemukan oleh seorang wisatawan asal Italia bernama illaria Gallo, di kawasan pantai Kuta.
Wisatawan itulah yang merawat dan memberi pertolongan pertama pada Patok.
Dia memberikan obat pada matanya dan kemudian menyerahkan pada petugas Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) di Gunung Tunak.
"Kondisi Patok sangat lemah ketika dia baru diserahkan oleh wisatawan asal Italia itu, jelas dia sudah tidak bisa terbang dengan normal Karen matanya yang luka parah," kenang Anwar.
Baca juga: Jumlah Elang Jawa Bertambah, Ekosistem Gunung Ciremai Diklaim Membaik
Patok kesulitan kembali berburu di tengah laut dengan satu mata, karena letak kekuatan elang laut ada pada mata dan cengkraman.
"Awalnya memberi makan sulit karena selalu mematok, karena naluri memburunya mungkin ya, tapi lama-lama dia paham bagaimana cara menerima makanan dengan cara disuap, karena itulah saya beri nama dia Patok, suka mematok saya," kata Anwar.
Patok kembali mulai dari nol, dirawat seperti bayi elang, diurus makanan dan kesehatannya secara perlahan dan detail.
Tujuannya, supaya infeksi di matanya tak menyebar akibat peluru yang menembus mata kirinya itu.
Si Patok makan dua kali dalam sehari pagi dan sore hari. Kini, usai kondisinya pulih, berat tubuh Patok sekitar tiga kilogram.
Meski sangat lahap, Patok hingga kini belum bisa berburu.
Anwar mengatakan, sangat menikmati pekerjaannya mengurus satwa di Gunung Tunak.
Dia telah lima tahun mengabdi sebagai penjaga satwa dan mendapat gaji sesuai UMP dari BKSDA NTB, meski bukan sebagai ASN.
Selain mengurus Patok, Anwar juga harus merawat dan memberi makan 47 ekor rusa dari Timor atau Cervus timorensis, bersama petugas lainnya.
Baca juga: Puluhan Warga Lombok Tengah Diduga Keracunan Nasi Bungkus Hajatan
Juru bicara BKSDA NTB, Ivan Juhandra mengatakan, sejumlah satwa endemik dan langka di kawasan Gunung Tunak dibiarkan hidup di alam liar, seperti elang laut, burung Gosong, Moyung atau jenis rusa khas Lombok.
Jenis rusa ini berbeda dengan rusa lain dalam penangkaran, mereka memiliki bulu yang merah tua kecoklatan, kemudian tubuhnya lebih tinggi dan besar dibanding rusa timor, serta daya lompatnya yang luar biasa jauh.
Ivan mengatakan, kawasan TWA Gunung Tunak akan terus dikembangkan bersama masyarkat lokal terutama dalam upaya menjaga hutan dan satwanya.
"Itulah keuntungan kita bisa bekerja sama dengan masyarakat lokal yang turut menjaga kawasan ini, " kata Ivan.
Baca juga: Bangunan SDN di Lombok Tengah Ambruk, Kondisi Sudah Retak Sejak Gempa
TWA Gunung Tunak memang dikelola oleh BKSDA dan dioperasikan oleh kelompok masyarakat di Desa Mertak. BKSDA menempatkan sejumlah personel di kawasan ini.
"Personel KSDA ditempatkan di kawasan ini, tugasnya untuk membantu mengatur kegiatan kelompok masyarakat di kawasan ini, agar terkelola dengan baik, apalagi arah kawasan ini lebih pada pengembangan wisata alamnya," kata Ivan.
Keberadaan satwa dan tumbuhan yang dilindungi di kawasan ini, menurut Ivan, menjadi fokus utama pengembangan kawasan TWA, sehingga pengelolaannya tidak terfokus pada penginapan dengan jumlah kamar yang banyak.
Hanya ada 10 kamar dan selebihnya adalah lokasi camping atau glamping di kawasan Gunung Tunak.
"Ini untuk menjaga kawasan hutan kita, jika dilihat saja dari google earth yang nampak hijau hanya kawasan TWA Gunung Tunak, sementara lainnya sudah tidak hijau lagi, jadi hutan datar di kawasan selatan di Lombok Tengah ini satu-satunya TWA Tunak," jelas Ivan.
Terjaganya kawasan TWA Hutan Tunak akan berdampak besar bagi satwa langka dan dilindungi yang masih tersisa di Lombok.
Kawasan TWA Gunung Tunak seluas 1.217 hektar, terdiri dari barisan perbukitan dengan gamping purba yang khas, mengapit dua teluk di kawasan tersebut.
Pesona laut yang indah dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia menambah keindahan tempat itu.
Memiliki hutan tropis dengan flora dan fauna endemik yang masih terjaga, Gunung Tunak mampu memikat tidak hanya wisatawan, tapi juga para peneliti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.