Bentuk eksploitasi tersebut antara lain diskriminasi, kekerasan fisik dan verbal, penahanan upah, serta perintah kerja di luar kontrak yang disepakati.
Bahkan setelah berhasil pulang ke Indonesia, mereka kesulitan untuk memperjuangkan hak-hak yang belum dipenuhi.
“Kami mengapresiasi para mantan ABK yang terlibat secara aktif dalam penyusunan gugatan ini. Proses ini jangan dipandang sebagai perlawanan dalam konteks negatif. Kita mengoreksi tindakan pemerintah yang kita anggap melanggar hukum dan, melalui proses hukum di PTUN ini, berharap pengadilan akan memaksa Presiden menjalankan perintah UU PPMI dan segera menerbitkan RPP Pelindungan ABK,” ungkapnya.
Baca juga: Pemilik Kapal, ABK, hingga Kades Diperiksa Terkait Tenggelamnya KM Ladang Pertiwi
Ia menjelaskan gugatan ini merupakan tindak lanjut dari surat keberatan administratif yang disampaikan oleh ketiga mantan ABK tersebut kepada presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara pada 7 April lalu.
"Karena surat tersebut tidak mendapat respons dari Presiden, mereka memutuskan melanjutkan perjuangan dengan menempuh langkah hukum berikutnya, yakni menyerahkan gugatan ke PTUN," pungkasnya.
Sebagi informasi, sepanjang 2021, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat 188 kasus baru perbudakan ABK di kapal asing.
Baca juga: Pastikan Jumlah Penumpang, ABK, Nakhoda hingga Pemilik KM Ladang Pertiwi Diperiksa Polda Sulsel
Angka tersebut merupakan jumlah kasus tertinggi yang diadukan ke SBMI dalam satu tahun sejak 2013.
Ini membuat total kasus perbudakan ABK yang ditangani oleh SBMI menjadi 634 kasus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.