Hasil produksi masyarakat yang masih membekas hingga hari ini seperti komoditi karet di kampung Bade, Mindiptana, Kepi, Mur dan sekitarnya di Merauke.
Kemudian coklat di Genyem, Sentani di Kabupaten Jayapura, di Warmare, Nuni, Oransbari di Manokwari.
Demikian juga di Sausapor, Moswaren di Sorong dan juga Warironi, Rondawaya di Yapen.
Contoh lain, proyek kerjasama coklat antara Yayasan dengan Common Wealth Development Corporation di Ransiki Manokwari.
Proyek Batik khas Irian Jaya (Papua) di Waena, Sentani Kabupaten Jayapura dan Agats di Merauke. Sayur mayur dan kopi Arabica di Jayawijaya.
Untuk menerobos daerah terisolasi di pedalaman, Yayasan mendirikan anak perusahaan PT Yantefa Shipping Line yang melayani transportasi sungai untuk mengangkut produksi masyarakat dan dipasarkan dari kampung seperti karet di pedalaman Merauke.
Yayasan juga mendirikan anak perusahaan PT Yoshiba Shipyard & Docking untuk pembuatan kapal kapal kecil dan reparasinya.
Pengalaman empiris yang dilakukan Yayasan Kerjasama Pembangunan Irian Jaya atau JDF dalam kurun waktu 25 tahun (1969 – 1994), menurut pendapat saya, dapat dijadikan pelajaran berharga untuk percepatan pembangunan dan pemberdayaan Orang Asli Papua.
Paling tidak Pemerintah dua puluh tahun kedepan melalui Rencana Induk 20 tahun (2021 – 2041) dalam rangka implementasi Otsus, dapat menjadikan pengalaman JDF sebagai referensi agar tidak mengulang kesalahan.
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat mesti diletakkan basisnya berawal dari dan diakhiri di kampung sebagai lokus utama masyarakat hidup dan bermukim.
Pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah budaya dengan memperhatikan zona ekologi dari kelompok etnis Papua dengan memaksimalkan potensi SDA di lingkungannya.
Pembangunan atau percepatan pembangunan menuju kemandirian masyarakat Papua pertama kali dilakukan dengan mengubah secara evolusioner mind set dan cara produksi dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar.
Masyarakat harus diberikan keterampilan yang diadaptasikan dengan kebutuhan dan potensi SDA lokal dengan menghindari indoktrinasi dan mengintrodusir nilai–nilai baru yang akan menimbulkan cultural shock.
Yayasan memberikan pelajaran bahwa membangun OAP perlu pembinaan dan pengembangan masyarakat secara berkesinambungan menuju kemandirian.
Misalnya, memberikan dukungan kredit atau bantuan dana terprogram. Masyarakat diajarkan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana, bukan untuk foya–foya seperti kasus Dana Desa yang yang dikorupsi.
Selain itu, Yayasan mengajarkan adanya saving dari kelebihan pendapatan yang diperoleh.
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Papua muaranya bukan berorientasi infrastruktur, namun jauh lebih penting adalah “memanusiakan manusia Papua”.
Akhirnya mengangkat harkat, martabat dan harga diri OAP, sehingga sederajat dengan saudara sebangsa dan setanah air - Indonesia. Terima kasih JDF.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.