Ditambah dengan keterbatasan kala itu untuk menjangkau wilayah terisolir jika dibandingkan dengan Papua saat ini.
Kala itu, Yayasan tampil sebagai agen pembangunan dan perubahan. Yayasan sukses memberikan pendidikan dan skill kepada staf lokal mau pun asing yang mendampingi serta ditunjang dengan dana memadai.
Yayasan menjadi perintis menerobos isolasi sehingga dapat menjangkau kampung–kampung.
Contoh proyek kakao dan peternakan sapi di Genyem (Kabupaten Jayapura), ternak kelinci di Wamena (Jayawijaya), pabrik tapioka di Nabire merupakan proyek rintisan dari Yayasan ini yang diwariskan sejak era 1970–an.
Yayasan ini melakukan hal substantif, yaitu pembinaan masyarakat secara umum dan mengembangkan individu dalam kelompok suku untuk usaha produktif.
Menurut pendapat saya, langkah itu embrio terbentuknya kapitalis marga. Terpenting juga, Yayasan membina dan membentuk sikap mental, mengubah mind set masyarakat menghadapi modernisasi dan globalisasi khususnya dalam bidang sosial – ekonomi.
Pada saat yang sama percepatan pembangunan yang dilaksanakan oleh JDF, yaitu “memanusiakan” Orang Asli Papua (OAP).
Maknanya pembangunan bukan semata peningkatan pendapatan, tapi mengubah cara pandang masyarakat dari ekonomi subsisten kepada ekonomi pasar sehingga pembangunan yang dilakukan pada akhirnya mengangkat harkat, martabat dan harga diri masyarakat Papua.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Yayasan melakukan kegiatan seperti mendirikan dan mengembangkan proyek perekonomian yang produktif, melalui investasi langsung.
Memberikan kredit investasi di sektor pertanian rakyat, peternakan, perikanan, kehutanan, jasa pelatihan dan konsultasi teknis.
Salah satu contoh usaha sukses rintisan JDF adalah batik Papua yang hingga kini masih kita temui.
Dalam rangka memberikan kredit, Yayasan membentuk lembaga perkreditan untuk melayani para pengusaha lokal terkait permodalan.
Tak hanya memberi kredit modal, Yayasan juga membimbing, mengadvokasi dan mengawasi agar dana pinjaman tersebut tidak disalah gunakan.
Yayasan juga menyediakan jasa untuk memperoleh alat produksi hingga memasarkan hasil produksi.
Yayasan berfungsi sebagai Griya Niaga (Trading House) bagi hasil produksi para pengusaha petani dan nelayan lokal.
Salah satu permasalahan Papua hari ini adalah tidak adanya trading house yang berfungsi memasarkan produk lokal dari masyarakat Papua.
Kalaupun ada tidak terorganisir, tidak terlembaga dan parsial. Bahkan masyarakat dieksploitasi hanya menjadi pengumpul, produknya dibeli para cungkong dengan harga di bawah standar.
Bahkan terkadang mereka dieksploitasi dan dimanipulasi saja.
Selain itu melalui anak perusahaannya PT Jodefo Irja bertindak menangani perdagangan komoditi Papua seperti karet, coklat, kopi dari petani binaan Yayasan di seluruh pelosok tanah Papua.