NTB, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menahan tersangka berinisial SS yang diduga sebagai penyebar hoaks penyelewengan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 2 triliun.
Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Polisi Artanto, menjelaskan penahanan tersangka ini merupakan tindak lanjut berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti.
"Iya jadi penahanan yang bersangkutan kami laksanakan mulai hari ini," kata Artanto, seperti dilansir dari Antara, Jumat (8/4/2022).
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 10 April 2022
SS selaku Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani diduga mengunggah konten YouTube berjudul "Konferensi Pers KSU Rinjani".
Dalam video tersebut, SS diduga menuding pemerintah menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Karena dana PEN yang disembunyikan, KSU Rinjani tidak dapat menyalurkan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp 100 juta untuk setiap anggota.
Baca juga: Kawal Demo Mahasiswa 11 April di NTB, Polisi Dilarang Bawa Senjata Api
Anggota KSU Rinjani pun sempat melakukan unjuk rasa ke Pemprov NTB untuk menuntut agar program sapi itu segera disalurkan.
Unjuk rasa tersebut diduga merupakan buntut unggahan SS.
Terkait kasus ini, Artanto memastikan bahwa tim siber telah meminta klarifikasi kepada pemerintah.
Dari hasil pemeriksaan, pemerintah menyatakan tidak memiliki program atau anggaran demikian untuk penyaluran bantuan sapi.
Baca juga: Gubernur NTB Bertemu Ahok Bahas MXGP Samota Sumbawa
Penetapan SS sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun informasi dan transaksi elektronik.
Selanjutnya, Artanto mengatakan akan segera melimpahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Jadi penanganan kasus ini tinggal menunggu pelimpahan ke penuntut umum," ujarnya.
Baca juga: Dua Pemuda Lombok Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan dengan Luka Tusuk, Diduga Korban Pembunuhan
Tersangka terancam hukuman 10 tahun penjara sesuai Pasal 14 ayat 1, 2, dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang sangkaan pidana penyebar berita bohong.
Selain sangkaan tersebut, penyidik kepolisian juga menerapkan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Sumber: Antara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.