Butuh ketekunan cukup lama hingga satu tahun sampai berhasil membuat dupa dengan kemasan tersendiri.
Berkat kerja kerasnya itu, dupa hasil produksi pasutri ini terjual di seluruh daerah di Bali, bahkan di Sulawesi.
Pihaknya mampu memproduksi dupa hingga 100 kilogram per hari. Mereka menjalankan usaha tersebut di rumahnya.
Mulai dari memipih bambu, mencetak stik dupa, membuat serbuk dupa, hingga sampai pengemasan dikerjakan di tempat itu.
Dupa yang diproduksi Tiya, dikemas dalam beragam ukuran. Mulai dari 16 centimeter (cm), 22 cm, 28 cm dan 32 cm, hingga dupa yang mampu menyala selama dua jam.
Dupa-dupa itu dikemas dalam bentuk kemasan pipih, hingga kemasan per kilogram. Harganya dibanderol mulai Rp 30.000 hingga Rp 50.000.
Baca juga: Polda Bali Ambil Alih Kasus Dugaan Penipuan Pengiriman PMI ke Turki
Tiya menyebutkan, nama Ajeg Bali pun dipilih sebagai merek, lantaran seluruh bahan baku yang digunakan berasal dari Bali.
"Saya menggunakan bahan alami, yang bisa diperoleh di Bali. Kalau orang lain, kadang bahannya itu import dari China," ucapnya.
Bahan yang digunakan yakni campuran kayu jati, batok, arang, dan aroma bunga.
Dupa produksinya diklaim memiliki aroma terapi lebih tahan lama. Juga bila mengenai tangan, abunya tidak akan terasa panas.
Tiya mengaku akan terus mengembangkan usahanya. Dia berencana menambah mesin pencetak dupa, serta menambah jumlah karyawan.
Mengingat permintaan dari pelanggannya kian hari kian meningkat.
"Permintaan memang cukup banyak. Sampai ke Denpasar ada reseller-nya," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.