Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Kasus Prajurit TNI yang Tewaskan Seorang Anak di Sinak Papua

Kompas.com - 25/03/2022, 16:45 WIB
Dhias Suwandi,
Priska Sari Pratiwi

Tim Redaksi

JAYAPURA, KOMPAS.com - Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua menemukan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga dilakukan oleh anggota TNI pada kasus kematian seorang anak berinisial MT, di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, pada 22 Februari 2022.

Dari hasil penyelidikan, Komnas HAM mengetahui ada tujuh anak yang mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh personel Batalyon 521 yang tengah bertugas di daerah tersebut.

"Dari temuan Komnas HAM, kita menemukan ada korban-korban dan ada yang meninggal dunia. Sedangkan korban yang kami temui, dia mengalami luka serius di bagian punggung, dada, mulut dan leher. Kami juga melihat, secara fisik anak itu di bawah umur," ujar Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Fritz Ramandey, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (24/3/2022).

Baca juga: Bangun Rumah Produksi, Mensos Hidupkan Koridor Ekonomi Mamberamo-Sarmi-Jayapura

Kronologi

Fritz menjelaskan, kejadian tersebut bermula dari hilangnya satu unit senjata api milik anggota TNI yang tengah berada di Pos PT Modern.

Di lokasi tersebut, terdapat sebuah tempat yang menyediakan televisi sehingga warga setempat kerap berkumpul di tempat itu.

"Sebenarnya anak-anak ini dan anak-anak lain sudah sering bermain di Pos PT Modern. Pada malam itu, selain ada anak-anak itu, ada juga masyarakat kampung dan tiga remaja yang sudah besar," kata Fritz.

Menurut dia, ketiga remaja tersebut yang kemudian diduga merampas senjata api yang diletakan oleh pemiliknya.

"Ketiga remaja itu melihat ada senjata yang tidak melekat pada badan anggota piket. Kemudian mereka pasang (menyalakan) api sambil memantau, setelah itu senjata dirampas dan mereka kabur," tuturnya.

Baca juga: Diserang KKB, Anggota Polisi Lompat ke Jurang dan Berlindung di Rumah Warga

Personel TNI yang berada di lokasi tersebut sempat melakukan pengejaran namun tidak berhasil.

Setelahnya mereka kembali ke pos PT Moderen dan menemukan tujuh anak yang masih berada di dalam pos.

"Setelah tidak berhasil mengejar, anggota TNI tersebut kembali pada subuh-subuh dan melihat ada tujuh anak di pos, ada GM, AK, AM, DK, DM, WM dan MT. Lalu anak-anak itu diambil dan mengalami penyiksaan yang serius," bebernya.

Fritz mengaku telah turun ke Sinak dan mendapat keterangan dari berbagai pihak, termasuk salah satu anak yang menjadi korban penganiayaan dan kini masih menjalani perawatan di Puskesmas Sinak.

Dari keterangan korban, anggota TNI yang jumlahnya belum diketahui, diduga mencurigai ketujuh anak tersebut sehingga mereka menyiksa selama dua hari.

Baca juga: Bocah SD di Bojonegoro Coba Bunuh Diri dengan Lompat ke Sungai Bengawan Solo

"Berdasarkan dari kesaksian salah satu korban, dia mengaku mereka dianiaya dengan semacam besi dan karet. Mereka disekap lalu mengalami penganiayaan berulang-ulang, ada ancaman nanti mereka digantung," kata Fritz.

"Penganiayaan dilakukan pada 23-24 Februari, kemudian ada yang meninggal, yaitu MT. Dari situ baru mereka baru dibawa ke Puskesmas untuk menjalani pengobatan," sambungnya.

Pelanggaran HAM

Fritz menegaskan bahwa unsur pelanggaran HAM sudah terpenuhi pada kejadian tersebut

"Berdasarkan keterangan dan fakta itu, dalam aspek HAM maka itu memenuhi definisi tentang penyiksaan sesuai UU 39 tahun 1999 karena setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan penderitaan yang hebat baik jasmani maupun rohani kepada seseorang untuk memperoleh pengakuan," tuturnya.

Selain itu, Fritz juga menilai personel TNI yang ada di Sinak, telah melampaui kewenangannya untuk meminta keterangan terhadap seseorang yang diduga terlibat dalam sebuah tindakan kriminal.

Ia pun menilai bahwa kehilangan senjata tersebut murni akibat dari kelalaian anggota TNI yang tidak meletakan senjata api pada tempatnya atau bahkan harus selalu melekat di tubuh.

"Hilangnya senjata itu mutlak kelalaian anggota TNI," cetusnya.

Baca juga: Jalan Rusak Bertahun-tahun Tak Diperbaiki, Masyarakat Adat Moy Tutup Aktivitas Galian C di Jayapura

Adapun, Fritz menanyakan kehadiran TNI di Pos PT Modern apakah atas permintaan perusahaan atau TNI secara ilegal menempati pos tersebut.

Fritz memastikan, hasil temuan Komnas HAM tersebut akan segera diberikan ke Kodam XVII/Cenderawasih dan Mabes TNI.

"Berdasarkan catatan ini, Komnas HAM mendesak Panglima TNI untuk segera memeriksa komandan bahkan seluruh anggota Batalion 521 yang bertugas di Puncak dan pemeriksaannya harus dilakukan di Kodam XVII/Cenderawasih, jangan mereka diperiksanya di sana (daerah asal)," kata Fritz.

Baca juga: Harga Minyak Goreng di Jayapura Rp 23.000 per Liter, Stok Disebut Aman hingga Ramadhan

Tanggapan TNI

Sementara Wakapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan mengaku belum mendapat laporan atas temuan Komnas HAM fi Sinak.

Namun ia menegaskan bahwa TNI sangat terbuka atas penyelidikan dari pihak luar apa bila ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota TNI.

"Pangdam sebelumnya sudah mempersilakan Komnas HAM untuk mengecek di lapangan, tapi untuk hasilnya kita belum tahu," kata Candra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korupsi Modal Bank, Mantan Kepala Bapedda Bireuen Divonis 3 Tahun Penjara

Korupsi Modal Bank, Mantan Kepala Bapedda Bireuen Divonis 3 Tahun Penjara

Regional
Ratusan Polisi Dikerahkan Amankan Krui World Surf 2024

Ratusan Polisi Dikerahkan Amankan Krui World Surf 2024

Regional
Eks Ketua DPRD Kota Semarang Jadi yang Pertama Ambil Formulir Pilkada di PDI-P

Eks Ketua DPRD Kota Semarang Jadi yang Pertama Ambil Formulir Pilkada di PDI-P

Regional
Oknum Petugas Bea Cukai Ketapang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Ekor Burung Dilindungi

Oknum Petugas Bea Cukai Ketapang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Ekor Burung Dilindungi

Regional
Terbongkar, Aksi Pelecehan Seksual Guru terhadap Anak 15 Tahun

Terbongkar, Aksi Pelecehan Seksual Guru terhadap Anak 15 Tahun

Regional
Gugatan Wanprestasi ke Gibran Ditolak Hakim, Almas Tak Akan Banding

Gugatan Wanprestasi ke Gibran Ditolak Hakim, Almas Tak Akan Banding

Regional
Citilink Awali Pelayanan di Bandara Rendani dengan Pesawat Cargo Airbus 320 Rute Manokwari-Jakarta

Citilink Awali Pelayanan di Bandara Rendani dengan Pesawat Cargo Airbus 320 Rute Manokwari-Jakarta

Regional
Polda Sumsel Turun Tangan, Jadi Mediator Konflik Sengketa Lahan

Polda Sumsel Turun Tangan, Jadi Mediator Konflik Sengketa Lahan

Regional
Banjir di Lebak Surut, Warga Mulai Bersihkan Sisa Lumpur dan Sampah

Banjir di Lebak Surut, Warga Mulai Bersihkan Sisa Lumpur dan Sampah

Regional
Truk Mebel Tabrak Truk Marmer di Turunan Bawen, Satu Orang Tewas

Truk Mebel Tabrak Truk Marmer di Turunan Bawen, Satu Orang Tewas

Regional
Pj Walkot Pekanbaru Sambut Anggota Komwil I Apeksi di Jamuan Makan Malam Bersama

Pj Walkot Pekanbaru Sambut Anggota Komwil I Apeksi di Jamuan Makan Malam Bersama

Regional
Kasus Mayat Dalam Koper di Cikarang, Istri Pembunuh Syok dan Pilih Batalkan Resepsi Pernikahan

Kasus Mayat Dalam Koper di Cikarang, Istri Pembunuh Syok dan Pilih Batalkan Resepsi Pernikahan

Regional
Jelang Pilkada, Dico Ganinduto Sebut Surveinya di Jateng Baik

Jelang Pilkada, Dico Ganinduto Sebut Surveinya di Jateng Baik

Regional
KPU Bangka Kurangi Jumlah TPS pada Pilkada 2024, dari 911 Jadi 600-an

KPU Bangka Kurangi Jumlah TPS pada Pilkada 2024, dari 911 Jadi 600-an

Regional
500-600 Ton Sampah Harian Kota Padang, 61 Persen Sisa Makanan

500-600 Ton Sampah Harian Kota Padang, 61 Persen Sisa Makanan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com