Karena PLTSa Putri Cempo tidak menggunakan APBN.
Namun, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan PT SMCPP selaku investor maupun dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surakarta, untuk penyerapan aspirasi tersebut.
"Untuk pemulung, sampah di sana itu masih banyak. Dan ada tempat khusus bagi warga yang biasanya mulung tetap bisa bekerja. Kemudian, soal ternak, memang nanti tidak bisa wira-wiri lagi, opsinya kemarin dikandang, kemudian pemilik mencarikan pakannya," kata Sukasno, kepada Kompas.com, seusai pertemuan di Gedung DPRD Kota Solo.
Untuk limbah sendiri, lanjut Sukasno, karena sudah menggunakan teknologi gasifikasi, maka tidak ada asap yang ditimbulkan.
Bau sisa pembakaran juga direncanakan akan diolah menjadi batako.
"Kalau tadi membandingkan dengan PLRSa Benowo, kami juga sudah pernah ke sana untuk studi banding, dan tidak ada suara bising saat beroprasi," ujar dia.
Sedangkan untuk kondisi sampah saat ini, setiap harinya Kota Solo menghasilkan sampah 250 sampai 300 ton per hari.
Baca juga: Jokowi Ingin Ada Hutan Tanaman Endemik di IKN, Universitas Mulawarman Gelar Penelitian
"Dan saat ini sampah sudah menumpuk sampai seluas 17 hektare. Yang sampai 17 hektare itu kalau dibakar memang diasumsikan habis dalam 10 tahun," kata dia.
"Tapi, pertambangan sampah ini terus berlangsung. Kemudian kalau nanti sampah habis, Pemkot akan bekerja sama dengan kabupaten tetangga agar sampah mereka dibuang ke Putri Cempo untuk diolah," lanjut dia.
Untuk itu, politisi PDI-P ini menuturkan saran penghentian operasional PLTSa tidak realistis dengan keadaan saat ini.
"Apalagi, proyeknya hampir selesai. Wong bulan depan sudah jalan. Kalau masukan bolehlah, tapi kalau minta dihentikan tidak masuk akal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.