Salah satu pemandu wisata di Bali, Kadek Arsa (27), mengatakan, uji coba bebas karantina ini bagaikan angin segar baginya, setelah hampir dua tahun penghasilannya terdampak akibat pandemi.
Pandemi membuat Kadek sempat menganggur tanpa penghasilan sama sekali selama 1,5 tahun.
Dia pun memilih pulang ke kampungnya yang berlokasi di Kintamani, Bali. Hal serupa juga dialami oleh tujuh sepupunya yang juga bekerja di sektor pariwisata.
Baca juga: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang 8-14 Maret, 37 Kabupaten/Kota Berstatus Level 2
Baru pada pertengahan 2021, Kadek bisa kembali bekerja setelah pariwisata Bali mulai kembali bergerak dengan kedatangan turis-turis domestik.
Meski demikian, penghasilan yang dia dapat pada masa itu masih 50 persen lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi.
Menurut Kadek, kehadiran turis asing dibutuhkan untuk membuat pariwisata Bali kembali pulih seperti sedia kala.
Namun, di sisi lain, dia juga khawatir penerapannya yang berisiko membuat kasus Covid-19 meningkat lagi sehingga kebijakan pembatasan mobilitas pun kembali berlaku.
Kadek mengaku sudah lelah dengan tarik ulur kebijakan, terutama terkait pembukaan akses bagi wisatawan asing, yang membuat pelaku pariwisata merasa seperti diberi harapan palsu.
"Kekhawatiran itu ada, pasti, karena kita berhadapan dengan virus. Mungkin di tempat wisata benar-benar harus ada pengecekan rutin," kata dia.
"Jadi meskipun pintu dari luar negeri dibuka tapi protokol kesehatannya selalu dijaga, bukan sekadar jargon," tambahnya.
Dengan demikian, keberlangsungan pariwisata itu terjaga sehingga tidak ada lagi kekecewaan bagia mereka.
"Kalau kasus meningkat, uji coba bebas karantina tidak berhasil, sudah pasti kami kena harapan palsu lagi," lanjut Kadek.
Baca juga: Soal Kebijakan Tanpa Karantina dan Visa on Arrival, PHRI: Angin Segar bagi Pariwisata Bali
"Harus ada bantuan dari pemerintah untuk memperketat ini, tidak hanya mengizinkan turis asing ke Bali tanpa karantina dan tidak sesuai prosedur. Pemerintah harus memastikan turis asing selama di Bali menjalankan prokes ketat sesuai SOP," jelas dia.
Lita sendiri sebelumnya bekerja di sektor perhotelan, tetapi dia dirumahkan tanpa digaji ketika pandemi melanda.
Situasi itu membuat Lita harus bekerja lepas untuk pihak lain demi menyambung hidup.
Baca juga: ASITA Bali Sambut Baik Uji Coba Tanpa Karantina dan Visa on Arrival
Setelah dua tahun tidak ada kepastian kapan perekonomian Bali bisa pulih seperti sedia kala, Lita akhirnya memutuskan pindah ke industri ritel.
"Saat kebijakan karantina ditiadakan, jelas masyarakat Bali, meskipun saya sudah hijrah, itu happy," kata dia.
"Hospitality adalah napasnya bali. Pekerja pariwisata kan kontribusi untuk perekonomian di semua lini. Jadi kalau pariwisata Bali kembali, pasti sangat berperan," tambahnya.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Agung Rai Suryawijaya mengatakan, pelaku industri yang mereka naungi telah menandatangani pakta integritas untuk mengikuti prosedur dan protokol kesehatan.
Baca juga: Wisatawan dari 23 Negara Bisa ke Bali dengan Visa on Arrival, Izin Tinggal Berlaku 30 Hari
"Kalau mereka melakukan pelanggaran kecil, akan diberi surat peringatan. Kalau besar bisa kita tutup, sampai mereka melakukan perubahan dan komitmen," kata Rai.
Sedangkan turis asing yang melanggar, misalnya tidak menggunakan masker, bisa didenda sebesar Rp 1 juta berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2021.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Made Rentin belum merespons permintaan wawancara BBC News Indonesia.
Baca juga: Wisatawan dari 23 Negara Bisa ke Bali dengan Visa on Arrival, Izin Tinggal Berlaku 30 Hari