“Batas antara private dan public domain itu sangat tipis,” sebutnya.
Hal lain yang menyebabkan warga mengarak pasangan yang diduga mesum karena menguatnya komunalisme.
Baca juga: Ibu Muda Diperkosa Ramai-ramai dan Diarak di Jalan, Polisi Tahan 11 Orang
Ini membuat masyarakat merasa bahwa menegakkan norma-norma dan nilai-nilai adalah tanggungjawab bersama.
Apabila terjadi pelanggaran dan penyimpangan norma, maka pelanggarnya dianggap sebagai ancaman terhadap kohesi sosial dan eksistensi masyarakat tersebut.
Kemudian, apabila komunalisme dalam masyarakat tinggi, orang yang bersikap beda dari mayoritas malah akan dianggap sebagai deviant atau menyimpang.
“Masyarakat kita tidak biasa hidup dalam individualisme. Karena dalam konteks masyarakat di Indonesia, komunalisme merupakan bentuk dari social capital (modal sosial). (itu menjadi) survival tools bagi orang di saat susah,” paparnya.
Baca juga: Pelanggar Aturan Covid-19 di China Diarak dengan Plakat Foto dan Nama Mereka
“Dengan diarak, si pelaku akan malu,” ungkap dosen Sosiologi Universitas Brawijaya, Malang, ini.
Adapun bagi sejoli yang dinikahkan usai diduga berbuat mesum, hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan wajah.
Baca juga: Dituduh Mencuri, 4 Perempuan Ditelanjangi dan Dipukuli Warga, Diarak di Jalan
“Mesum itu mencemarkan nama keluarga. (nama) keluarga besarnya jadi tercemar. Makanya, dengan dia dinikahkan, perbuatan yang dianggap amoral dan ilegal itu dikonstruksikan dalam dimensi legalitas dan moralitas,” ujarnya.
Menikah, kata Wida, merupakan bentuk menyelamatkan wajah, tidak saja bagi pelaku, tapi juga keluarga besarnya.
“(pernikahan) adalah unsur supya masyarakat ‘mengampuni' kesalahan pelaku dan keluarga besarnya atas perbuatan yang menyimpang,” ucapnya.
Agar kejadian serupa tak terulang, Wida menyarankan supaya ada perbaikan dalam pengimplementasian sistem hukum, termasuk memberikan pendidikan hukum ke masyarakat.
Baca juga: Dituduh Mencuri, 4 Perempuan Ditelanjangi dan Dipukuli Warga, Diarak di Jalan
“Lalu menggerakkan institusi sosial di level komunitas, misalnya masjid, gereja; dan institusi formal, seperti sekolah; serta institusi keluarga untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan terkait pendidikan remaja, seksualitas, kehidupan perkawinan, dan lain-lain,” tutupnya.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Malang, Imron Hakiki; Kontributor Banjarmasin, Andi Muhammad Haswar | Editor: Pythag Kurniati, Dony Aprian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.