Selama kurang lebih dua tahun, yaitu hingga 23 Januari 1942, wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri.
Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberikan imbas untuk wilayah sekitar maupun nasional.
Nani Wartabone dikukuhkan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Hal tersebut terjadi, karena pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.
Indikatornya dibuktikan pada saat Hari Kemerdekaan Gorontalo pada 23 Januari 1942 dikibarkan bendara merah putih dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Pada saat itu, negara Indonesia masih bermimpi untuk mencapai kemerdekaan, tetapi masyarakat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara, masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja".
Semboyan yang didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur, saat Gorontalo menjadi bagian Negara Indonesia Timur.
Baca juga: Ilomata River Camp, Tempat Kemah dan Wisata Baru di Gorontalo
Di sisi lain, Gorontalo memiliki riwayat pemerintahan yang demokrasi.
Pemerintah Gorontalo pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan adalah bersifat monarkikonstitusional. Pada awal terbentuknya kerajaan berakar pada kekuasaan rakyat yang menjelma diri dalam kekuasaan Linula, yang sesungguhnya dalam asas demokrasi.
Olongia Lo Lipu (Maha Raja kerajaan) adalah kepala pemerintahan tertinggi dalam kerajaan tetapi tidak berkuasa mutlak. Ia dipilh oleh Bantayo Poboide (Badan Musyawarah Rakyat) dan dapat dipecat atau di mazulkan oleh badan tersebut.
Masa jabatannya tidak ditentukan tergantung Bantayo Poboide.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Bantayo Poboide sebagai penjelmaan kekuasaan rakyat.
Tugas Bantayo Poboide diperinci sebagai berikut:
Bantayo Poboide dalam menetapkan suatu hal berdasarkan musyawarah mufakat dalam mencapai kebulatan suara dan bersama-sama bertanggung jawab atas keputusan bersama.