KOMPAS.com - Tinggal di sekitar gunung berapi memiliki resiko tinggi terkena muntahan erupsi gunung.
Meski resiko yang ditanggung cukup besar, namun sebagian masyarakat di sekitar lereng gunung berapi enggan untuk pindah ke tempat yang lebih aman.
Berbagai alasan dilontarkan, salah satunya perasaan nyaman dan tenteram tetap tinggal di daerah rawan bencana.
Faktor tersebut karena lingkungan di daerah gunung berapi terutama memiliki tanah yang subur, potensi pasir, kerikil, dan batu. Yang mana, potensi tersebut dapat mencukupi kebutuhan pangan dan ekonomi.
Di sisi lain, daerah sekitar gunung berapi bukan daerah yang dilarang untuk ditinggali namun yang lebih penting masyarakat perlu memperhitungkan resikonya.
Baca juga: Catatan Bencana Sepanjang 2021 dan Refleksi untuk Mitigasi...
Berikut ini beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari erupsi gunung berapi:
1. Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG) terkait perkembangan aktivitas gunung api.
2. Persiapkan masker dan kacamata pelindung untuk mengantisipasi debu vulkanik.
3. Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah disiapkan oleh pihak berwenang
4. Mempersiapkan skenario evakuasi lain apabila dampak letusan meluas di luar prediksi ahli
5. Persiapkan dukungan logistik
Baca juga: Mengenang Tsunami Aceh 17 Tahun Lalu dan Upaya Mitigasi Bencana Serupa
Mitigasi Masyarakat Lokal
Selain upaya mitigasi dari pemerintah, masyarakat lokal juga memiliki mitigasi untuk menghindari bahaya erupsi gunung berapi melalui kearifan lokal.
Kebudayaan atau kearifan lokal menjadi mitigasi yang digunakan masyarakat hingga saat ini.
"Pada dasarnya setiap masyarakat itu punya kearifan lokal sendiri-sendiri, termasuk di tempat tinggal saya," terang Indra Baskoro Adi warga Dusun Turgo, RT 03/RW 02, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.
Indra mengatakan bahwa tempat tinggalnya dekat dengan Gunung Merapi.
Jaraknya sekitar 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Gunung Merapi dianggap sebagai orang tua, yang hidup, dan mempunyai nafas.
Saat Gunung Merapi aktivitasnya meningkat, warga masyarakat memaknai jika "eyang" sedang mempunyai hajat.
Tidak hanya di desanya, tetapi lereng Gunung Merapi sisi selatan juga mempunyai kearifan lokal yang sama.
Ketiga merapi meletus dimaknai Merapi sedang punya "gawe".
"Memaknai itu artinya, kalau orang dekat pasti paham. Simbah lagi punya hajat atau punya gawe. Nah, gawenya arep metu ngendi, apakah metu kulon atau kidul? tandane opo," ujar dia.
Tanda-tanda erupsi Gunung Merapi bisa datang lewat mimpi.
Salah satunya, pengalaman yang dialami mertuanya pada 1994. Saat itu, mertuanya mendapat tanda erupsi Gunung Merapi melalui mimpi dari seseorang.
Orang itu menyampaikan pesan kepada ayah mertuanya melalui bahasa Jawa.
Baca juga: Di Balik Erupsi Gunung Berapi, Ada Tanah Subur Menanti
Pesan itu kurang lebih memberitahukan bahwa sekitar 10.30 WIB, Eyang Sapu Jagat Merapi mau sowan ke Nyo Roro Kidul melalui Sungai Boyong.
Orang itu meminta agar masyarakat menyingkir terlebih dahulu.
"Artinya dari pesan itu, guguran kubah lava itu bisa mengarah ke Sungai Boyong, nah supaya selamat bergeser ke arah barat dahulu," ujar dia.
Hanya memang, informasi-informasi yang bersifat kearifan lokal itu perlu ada yang menterjemahkan sehingga bisa diterima masyarakat.
Mitigasi ini perlu dilakukan mengingat bahaya erupsi gunung berapi, tidak hanya awan panas melainkan juga kandungan racunnya.
Berikut bahaya gunung berapi:
1. Awan panas, adanya aliran material vulkanik panas yang terdiri dari batuan berat, ringan (berongga) lava masif dan butiran klastik yang pergerakannya di pengaruhi gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah.
2. Aliran lava, adalah magma yang meleleh ke permukaan bumi melalui rekahan. Suhunya > 10.000 derajat celsius yang bisa merusak segala infrasrtuktur
Baca juga: Mengenal 4 Level Status Gunung Berapi: Normal, Waspada, Siaga, Awas
3. Gas beracun, adalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika apabila terhirup dalam tubuh. Gas tersebut berupa CO2, SO2, Rn, H2S, HCI dan H2SO4.
4. Lontaran material (pijar), ketika letusan magmatik berlangsung. Suhu mencapai 200 derajat celsius, diameter lebih dari 10 cm dengan daya lontar ratusan kilometer.
5. Hujan abu, adalah material abu yang bergerak karena tertiup angin
6. Lahar letusan, lahar letusan terjadi pada gunung berapi yang mempunyai kawah. Terjadi pada saat letusan. Air bercampur material lepas gunung berapi mengalir dan berbentuk banjir lahar. (Teuku Muhammad Valdy Arief)
Sumber: bpd.jogjaprov.go.id dan ugm.ac.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.