KOMPAS.com - Sebuah pabrik sampo palsu digerebek tim Kepolisian Daerah (Polda) Banten, Selasa (28/12/2021).
Pabrik yang beroperasi di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, itu memproduksi sampo dan minyak rambut palsu.
Kepala Subdirektorat Industri dan Perdagangan (Kasubdit Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten Kompol Condro Sasongko mengatakan, sejumlah produk pabrik tersebut mencatut merek-merek terkenal.
Baca juga: Pabrik Sampo Palsu di Tangerang Digerebek, Karyawannya Digaji Rp 15 Juta Per Bulan
Dalam penggerebekan, polisi mengamankan tujuh orang pegawai dan seorang aktor intelektual di balik pemalsuan produk-produk itu.
Sosok di balik pabrik sampo palsu tersebut adalah HL (28), warga Medan, Sumatra Utara.
"Tersangka ini memproduksi dan mengedarkan produk sampo dan minyak rambut berbagai merek terkenal tanpa izin edar dari BPOM, juga tanpa kerja sama sah dengan pemilik merek," ucap Condro kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Baca juga: Belajar dari YouTube, Pria Ini Raup Rp 200 Juta Per Bulan dengan Bisnis Sampo Palsu
Dari bisnis ini, pabrik sampo palsu itu meraup Rp 200 juta per bulan.
“Dengan keuntungan fantastis itu, tidak heran tersangka mampu menggaji karyawannya dengan Rp 15 juta per bulan,” ujarnya di Markas Polda Banten.
Oleh pelaku, sampo dan minyak rambut palsu dijual dengan harga murah.
Baca juga: Sampo Palsu Sudah Beredar 3 Tahun, Begini Cara Membedakan dengan Sampo Asli
Dikemas dalam saset, produk abal-abal itu menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah.
Pelaku mengedarkan sampo dan minyak rambut palsu tak hanya di Banten saja, tetapi juga ke sejumlah daerah di Indonesia.
"Peredaran ada di Banten, Lampung, Palembang dikirim melalui ekspedisi," ungkap Condro.
Condro menuturkan, pabrik sampo palsu ini telah beroperasi selama tiga tahun.
Dalam menjalankan bisnis, pelaku selalu memindahkan lokasi pabriknya.
Baca juga: Sampo Palsu Diracik Pakai Soda Api hingga Lem
Akibat perbuatannya, HL dijerat pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 62 juncto Pasal 8 atau Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," terang Condro.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Serang, Rasyid Ridho | Editor: Pythag KurniatI, I Kadek Wira Aditya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.