Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Natal Anak-anak Intan Jaya di Panti Asuhan di Jayapura: Saya Mau Sekolah, di Kampung Ada Perang

Kompas.com - 25/12/2021, 12:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Belasan anak dari Kabupaten Intan Jaya, Papua, untuk pertama kalinya merayakan Natal jauh dari keluarga, ratusan kilometer dari tanah kelahiran mereka.

Awal Desember lalu mereka tiba di Jayapura untuk memulai babak baru kehidupan di Panti Asuhan Kerahiman Putri.

Di bawah bimbingan biarawati, anak-anak itu diharapkan dapat menjejaki pendidikan formal dan mempelajari nilai-nilai baik kehidupan, jauh dari konflik bersenjata yang terjadi di kampung mereka.

Beberapa hari sebelumnya mereka terbang dari kampung mereka di kawasan Pegunungan Tengah menuju Kabupaten Nabire. Itu adalah pengalaman pertama anak-anak tersebut keluar dari tempat kelahiran mereka.

Baca juga: Penumpang KA di Stasiun Gambir dan Pasar Senen Terpantau Tertib Saat Libut Natal dan Tahun Baru

Dari Nabire, mereka menumpang Kapal Gunung Dempo untuk melintasi Teluk Cenderawasih selama 24 jam. Tujuan mereka adalah ibu kota Papua, Jayapura.

Anak-anak itu membawa perbekalan secukupnya dalam tas punggung mereka. Sebagian dari mereka memasukkan barang bawaan dalam kardus bekas.

Mereka bersendal jepit, bercelana pendek, dan memakai kaos sederhana.

Begitu turun dari kapal, mereka melempar pandangan ke berbagai penjuru pelabuhan. Wajah mereka menunjukkan rasa takjub, heran, tapi juga cemas. Orang-orang berlalu lalang melewati mereka. Pelabuhan begitu hiruk pikuk.

Baca juga: Ridwan Kamil Pastikan Pelaksanaan Misa Natal di Jabar Aman dan Lancar

Belasan anak asal Intan Jaya saat dijemput Suster Alexia di Pelabuhan Jayapura, 2 Desember lalu.SR ALEXIA via BBC Indonesia Belasan anak asal Intan Jaya saat dijemput Suster Alexia di Pelabuhan Jayapura, 2 Desember lalu.
Lalu seorang biarawati menghampiri kumpulan anak-anak itu. Dia hendak menjemput mereka. Perempuan itu adalah Suster Alexia, kepala Panti Asuhan Putri Kerahiman.

Dia memegang tangan beberapa anak itu, memperkenalkan dirinya. Lalu dia buru-buru menyeka matanya. Alexia terlihat emosional.

"Aman. Aman," ujarnya kepada anak-anak tersebut.

Alexia kemudian mengajak mereka meninggalkan pelabuhan. Dia berjalan paling depan. Selama beberapa tahun ke depan, dia akan menjadi mama, bapak, sekaligus guru bagi anak-anak Intan Jaya itu.

Baca juga: Polisi Tak Berlakukan Penyekatan di Wilayah Perbatasan Kota Tasikmalaya Saat Ibadah Natal

Panti asuhan yang dipimpin Suster Alexia didirikan tahun 1992. Penggagasnya adalah rohaniawan Katolik asal Belanda, Pastor Nico Diester OFM dan biarawati kelahiran Belgia, Suster Maricen DSY.

Keduanya mendedikasikan panti asuhan itu untuk menampung anak-anak yang kehilangan orang tua, anak terlantar, anak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan anak-anak dari pedalaman Papua.

Selama hampir 30 tahun terakhir, panti asuhan itu sudah merawat dan mengantar lebih dari 700 anak ke jenjang pendidikan formal.

Baca juga: Banyak Jemaat Ikut Misa Natal, Katedral Ambon Sediakan Tenda di Depan Gereja

Adaptasi dengan orang-orang dan lingkungan baru merupakan tantangan pertama anak-anak Intan Jaya yang diungsikan ke Panti Asuhan Kerahiman Putri Papua.SR ALEXIA via BBC Indonesia Adaptasi dengan orang-orang dan lingkungan baru merupakan tantangan pertama anak-anak Intan Jaya yang diungsikan ke Panti Asuhan Kerahiman Putri Papua.
Selama bertahun-tahun itu pula, Suster Alexia dihinggapi perasaan yang sama setiap menyambut seorang anak atau rombongan bocah yang akan memulai kehidupan baru di panti.

Perasaan itulah yang berkecamuk dalam hatinya saat pertama kali menjemput anak-anak dari Intan Jaya.

"Mereka seharusnya berada di tempat yang nyaman, punya orang tua sehingga menjadi anak yang sukses di masa depan. Tapi saya melihat mereka justru seperti terlepas dari induknya," kata Alexia.

"Saya berpikir, seandainya saya seperti mereka, saya akan menjadi seperti apa.

"Orang tua saya meninggal waktu saya sudah berumur. Tapi mau bilang apa, kami harus tolong dengan hati, supaya mereka juga seperti anak-anak Indonesia yang lain," ujarnya.

Baca juga: Jadi Destinasi Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 4 Titik Rawan Macet di Jalur Puncak

Keberangkatan 15 anak ini ke Panti Asuhan Putri Kerahiman diinisiasi pastor muda bernama Yeskiel Belau, asal Kampung Baitapa, Intan Jaya. Yeskiel baru saja ditahbiskan menjadi imam Katolik, September lalu.

Yeskiel berkata, tanggung jawab sebagai rohaniawan dan nilai-nilai agama yang dia yakini mendorongnya "menolong anak-anak itu".

Menurutnya, kecemasan dan kedukaan umat semestinya perasaan yang juga dirasakan pimpinan gereja.

Mencari jalan keluar atas persoalan umat, kata Yeskiel, merupakan tugas yang perlu diemban rohaniawan sepertinya.

Baca juga: Gema Kidung Natal Berbahasa Madura di Gereja Sumberpakem Jember

Hingga akhir Desember, belasan anak Intan Jaya belum resmi bergabung ke sekolah formal. Mereka akan mengikuti sejumlah kursus kilat untuk meningkatkan kemampuan baca-tulis.SR ALEXIA via BBC Indonesia Hingga akhir Desember, belasan anak Intan Jaya belum resmi bergabung ke sekolah formal. Mereka akan mengikuti sejumlah kursus kilat untuk meningkatkan kemampuan baca-tulis.
Perselisihan bersenjata antara milisi pro-kemerdekaan dengan aparat kerap pecah di Intan Jaya. Bukan cuma memicu pengungsian, kematian anak akibat kontak tembak juga terjadi akibat konflik itu.

Anak-anak Intan Jaya disebut Yeskiel mustahil mendapatkan hak atas masa depan yang cerah dalam situasi yang serba tidak menentu seperti itu.

"Banyak orang tua di sana sangat ingin agar anak-anak mereka sekolah. Mereka sangat antusias, tetapi semuanya bekerja sebagai petani dan tidak mempunyai biaya," ujar Yeskiel.

Namun pergulatan 15 anak Intan Jaya itu tidak berakhir setelah mereka menjalani hari baru di panti asuhan.

Baca juga: Pesta Kembang Api dan Petasan Warnai Natal di Kota Ambon

Hanya sedikit dari mereka yang bisa berbahasa Indonesia.

Hari-hari pertama pun sudah terasa berat bagi mereka. Kehidupan di asrama memaksa mereka menjadi individu yang disiplin dan presisi.

Meski begitu Suster Alexia percaya bahwa pembelajaran yang dijalani anak-anak ini merupakan proses yang berkelanjutan.

"Anak-anak laki-laki kecil kalau jalan keluar, saya harus cari ke mana mereka. Anak Papua adalah anak alam. Mereka terbiasa bebas," kata Alexia.

"Saat masuk dalam program asrama, yang jadwalnya disusun jam per jam, mereka bingung. Untuk saya, mendidik mereka itu berat, tapi mereka pasti juga merasa berat."

Baca juga: Gereja Blenduk, Rumah Ibadah Ikon Semarang yang Ada Sejak Tahun 1753

"Tapi terjadi karena mereka tidak terbiasa. Saya tidak putus asa. Orang dewasa saja tidak bisa sekali mengerti, tapi butuh proses," tuturnya.

Anak-anak di panti itu memulai hari sebelum matahari terbit. Mereka yang lebih tua bergantian mendapat tugas memasak.

Setiap anak diajarkan untuk mandiri membersihkan kamar, mencuci piring dan gelas yang mereka gunakan.

Selain bersekolah, mereka dilibatkan dalam merawat kebun dan lingkungan di sekitar panti. Jam berdoa dan waktu belajar juga harus mereka jalani sebelum menutup hari.

Kedisiplinan, kata Suster Alexia, akan menjadi fondasi kemandirian anak-anak saat kelak mereka beranjak dewasa.

Baca juga: Misa di Gereja Katedral Semarang Terapkan Prokes Ketat, Jemaat Diberi Kartu Khusus

Suster Alexia merupakan biarawati dari Kongregasi Dina Santu Yoseph. Sejak era pra-kemerdekaan, para biarawati DSY berkarya dalam pelayanan pendidikan dan kesejahteraan anak, termasuk Suster Maricen yang menggagas Panti Asuhan Kerahiman Papua.ALFONS DIMARA via BBC Indonesia Suster Alexia merupakan biarawati dari Kongregasi Dina Santu Yoseph. Sejak era pra-kemerdekaan, para biarawati DSY berkarya dalam pelayanan pendidikan dan kesejahteraan anak, termasuk Suster Maricen yang menggagas Panti Asuhan Kerahiman Papua.
Namun anak-anak Papua dari pedalaman tidak terbiasa dengan pola hidup seperti itu. Alexia berkata, penyesuaian yang dihadapi rombongan anak dari Intan Jaya bahkan lebih rumit karena mereka membawa trauma dari kampung halaman.

"Tinggal di daerah konflik, kita tahu bagaimana pergumulan mereka, sedikit-sedikit dengar bunyi tembakan, sehingga mereka tidak nyaman," kata Alexia.

"Ketika mereka duduk lalu dengar bunyi, mereka bilang 'sembunyi'. Batin mereka tidak tenang. Tapi mereka mau berjuang, saya melihat itu. Mereka ada semangat. Mereka mempunyai harapan," kata dia.

"Mereka bilang mau tinggal di sini karena bisa bermain. Di sana mereka tidak bisa seperti ini karena situasi terbatas dan tertutup," ucapnya.

Baca juga: Gereja Kotabaru Yogyakarta Larang Umat Bawa Tas Ransel Saat Misa Natal

Satu pekan jelang natal, persiapan memperingati kelahiran Yesus Kristus mulai dilakukan anak-anak di panti.

Di sela-sela itu, Suster Alexia mengumpulkan anak-anak dari Intan Jaya di sekitar halaman Gua Maria. Dia bertanya tentang perasaan mereka setelah hampir tiga minggu tinggal di asrama.

Mayoritas dari mereka masih ragu mengekspresikan pendapat mereka.

"Pakai bahasa daerah kalian saja, tidak masalah," kata Alexia berusaha mendorong kepercayaan diri anak-anak itu.

Baca juga: Usung Tema Ramah Lingkungan, Ornamen Natal Gereja Kotabaru Dibuat dengan Janur Kuning

Tiba-tiba salah satu anak mengutarakan perasaannya. Suasana dengan gelak tawa seketika sunyi.

"Tiba di sini saya senang. Tinggal di sini sehat, senang bisa tinggal bersama suster dan kakak-kakak," kata anak perempuan itu. Saya mau sekolah di sini. Di kampung ada perang, Mama dan Bapak saya lari ke hutan."

Tangisnya pecah. Dia menarik pakaian untuk mengusap air matanya. Nafasnya sesenggukan.

Kata-kata yang dia ucapkan menjadi begitu pelan hingga tak terdengar jelas. Suaranya bercampur dengan tangisan. Dia berusaha menghentikan air mata yang jatuh dari mata.

Semua anak di halaman itu terdiam sebelum Suster Alexia memecahkan suasana. "Semangat. Semangat," ujarnya.

Lebih dari nilai kemandirian, anak-anak di panti itu juga dididik untuk mengasihi dan menyediakan diri untuk sesama.

Baca juga: Misa Natal di Gereja HKTY Ganjuran, Umat Diimbau Tidak Membawa Tas Besar

Pastor Nico Syukur Diester mendapat tugas melayani umat Katolik di Papua sejak tahun 1983. Di masa uzurnya, Nico masih berkontribusi dalam pelayanan pendidikan dan rohani anak-anak Papua.ALFONS DIMARA via BBC Indonesia Pastor Nico Syukur Diester mendapat tugas melayani umat Katolik di Papua sejak tahun 1983. Di masa uzurnya, Nico masih berkontribusi dalam pelayanan pendidikan dan rohani anak-anak Papua.
Pastor Nico Diester menyadari betul pentingnya ajaran kasih untuk anak-anak yang hidup di panti. Bukan dengan tutur kata, kebiasaan saling menghormati dan menolong itu diajarkan dengan simbol dan kebiasaan.

"Sebelum keinginan untuk merdeka menjadi begitu kentara, konflik di pedalaman Papua terbatas pada perang suku. Perselisihan itu mereka alami sejak kecil," ucap Nico.

"Jadi saat mereka datang ke panti, kami ajarkan bahwa semua anak sama. Di salah satu sekolah yang kami kelola, kami membuat lingkaran besar di depan pintu sekolah."

"Kami menyebutnya lingkaran persaudaraan dengan empat pintu dari setiap penjuru angin. Anak-anak masuk, dari suku manapun, mereka menjadi satu: bersahabat, tidak bermusuhan seperti pada masa dulu saat masih perang suku," kata Nico.

Baca juga: Kenakan Kopiah Putih, Para Pemuda Muslim Amankan Ibadah Natal: Kita Ingin Merawat Persaudaraan

Empati dan solidaritas itu juga ditumbuhkan kepada anak-anak di panti melalui paduan suara.

Kegiatan ekstrakurikuler ini dipandu Florry Koban, pengurus Yayasan Putri Kerahiman Papua.

Musik menjadi salah satu aktivitas utama anak-anak panti. Bukan cuma memicu ekspresi diri, Florry berkata, lewat paduan suara setiap anak dapat mengerti arti kebersamaan.

"Paduan suara tidak membutuhkan penyanyi yang hebat, tapi kekompakan. Jadi mereka harus bersolidaritas, semua memiliki posisi yang sama untuk menghasilkan satu kesatuan musik," ujar Florry.

Nilai saling berbagi juga yang ditekankan Suster Alexia kepada setiap anak di panti pada perayaan natal ini.

Baca juga: Pesta Kembang Api dan Petasan Warnai Natal di Kota Ambon

Dalam masa adaptasi di Jayapura, belasan anak ini berkunjung ke sekolah dan berkenalan dengan para tenaga pengajar.SR ALEXIA via BBC Indonesia Dalam masa adaptasi di Jayapura, belasan anak ini berkunjung ke sekolah dan berkenalan dengan para tenaga pengajar.
Momen ini disebutnya mesti digunakan sebagai ajang mengamalkan nilai kasih.

"Natal bukan berarti baju baru atau kue. Kami ajari mereka untuk saling menolong kakak atau adik, seperti Yesus Kristus yang menolong kita setiap saat," kata Alexia.

Bagaimanapun, rombongan anak dari Intan Jaya itu kini masih harus menunggu untuk memulai pendidikan formal mereka di sekolah.

Sebagian besar mereka belum dapat membaca dan berhitung dengan lancar walau sudah duduk di kelas lima.

Pastor Nico berkata, lembaganya memahami situasi itu sebagai kecenderungan yang terjadi pada anak-anak sekolah dasar bahkan menengah di pedalaman Papua.

Baca juga: Mabuk, Pria di Ambon Datangi Pos Pengamanan Natal dan Ambil Senjata Laras Panjang

Anak-anak dari Intan Jaya setiap hari, dalam beberapa jam, didampingi Suster Alexia dan kakak asrama mereka untuk menguatkan kemampuan baca-tulis.

Mempersiapkan mereka untuk masuk ke sekolah formal adalah tujuan awal pendirian Yayasan Putri Kerahiman Papua, kata Pastor Nico.

Lembaga ini tidak hanya menaungi panti asuhan, tapi juga sekolah menengah pertama, menengah atas, dan kejuruan.

"Anak dengan pendidikan yang sangat kurang bermutu datang ke kota untuk melanjutkan sekolah, tapi karena kurang pengetahuan, banyak yang tidak menerima anak-anak dari pedalaman," kata Nico.

"Pembelajaran tambahan tidak diberikan di sekolah lain, tapi sekolah kami justru didirikan untuk mereka."

"Kalau tetap tinggal di pegunungan, anak-anak ini bisa melangsungkan hidup sebagai petani atau peternak. Tapi ada anak yang punya bakat yang lebih spesifik. Untuk mengembangkan bakat yang mereka punya, mereka datang ke kota. Kami berusaha menampung anak-anak ini," ujar Nico.

Baca juga: Pemuda Muslim Jaga Ibadah Natal Sejumlah Gereja di Ambon

Momen berkumpul dan saling berbagi cerita rutin digelar untuk setiap anak di panti, termasuk bagi belasan anak Intan Jaya yang sedang menjalani masa-masa awal kehidupan di tempat tersebut.ALFONS DIMARA via BBC Indonesia Momen berkumpul dan saling berbagi cerita rutin digelar untuk setiap anak di panti, termasuk bagi belasan anak Intan Jaya yang sedang menjalani masa-masa awal kehidupan di tempat tersebut.
Menjadi pengganti orang tua dan mengurus keseharian anak-anak di panti bukan hal sederhana.

Suster Alexia menjalani itu bersama rekannya yang juga seorang biarawati. Keduanya dibantu seorang pengasuh.

Keterbatasan anggaran belum memungkinkan mereka menambah tenaga pengasuh baru. Itu belum termasuk kondisi bangunan panti yang mulai keropos karena dimakan umur.

Pergulatan lainnya adalah bis sekolah yang biasa digunakan untuk mengantar dan menjemput anak-anak panti. Karena berumur puluhan tahun, bis itu kerap mogok.

Baca juga: KKB Berulah Sebanyak 92 Kali di Papua Selama 2021, Korban Jiwa 33 Orang

Walau anak-anak panti tidak menganggapnya sebagai persoalan, Alexia yakin mereka layak mendapatkan situasi yang lebih baik.

"Sesuai misi kongregasi kami, 'menolong saat tidak ada yang menolong', dan 'percaya pada Tuhan'. Walau ada kesulitan, kami percaya akan ada orang yang berbelas kasih," kata Alexia.

Babak baru kehidupan yang dijalani anak-anak dari Intan Jaya, seperti juga yang lebih dulu dilalui kakak panti mereka, diyakini Pastor Nico lebih menjanjikan ketimbang jika mereka bertahan di kampung halaman.

"Memang ada catatan, yang amat sangat penting, bahwa di pedalaman Papua saat ini tidak kondusif. Ada konflik antara orang-orang Papua yang mencita-citakan negara sendiri dan aparat negara yang melawan keinginan itu," kata Nico.

Baca juga: 6 Atlet Peraih Medali PON Papua Terima Bonus dari Pemkot Surabaya, Ini Jumlahnya

Momen natal dan masa adaptasi anak-anak dari Intan Jaya ini hanyalah permulaan bagi jalan panjang mereka meraih cita-cita masa depan. Ratusan anak pernah tinggal di panti itu dan kini telah hidup mandiri.

Namun di Intan Jaya, banyak orang tua masih menanti kesempatan agar anak mereka bisa hijrah ke kota besar, meraih mimpi jauh dari konflik bersenjata.

---

Alfons Dimara, wartawan di Jayapura, berkontribusi untuk liputan ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Bullying' Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

"Bullying" Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

Regional
50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

Regional
Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Regional
Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Regional
Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Regional
Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Regional
Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Regional
Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Regional
Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Regional
Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Regional
Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
ART di Sukabumi Tewas Diduga Dibunuh di Rumah Majikan, Pelaku Ditangkap Dalam Bus

ART di Sukabumi Tewas Diduga Dibunuh di Rumah Majikan, Pelaku Ditangkap Dalam Bus

Regional
115 Rumah Terdampak Banjir di Dua Nagari di Kabupaten Sijunjung

115 Rumah Terdampak Banjir di Dua Nagari di Kabupaten Sijunjung

Regional
Serang Polsek di Kalteng, 4 Pemuda Mabuk Ditangkap

Serang Polsek di Kalteng, 4 Pemuda Mabuk Ditangkap

Regional
Geng Motor Tawuran Dalam Permukiman di Bandar Lampung, Warga Sebut 1 Orang Tewas

Geng Motor Tawuran Dalam Permukiman di Bandar Lampung, Warga Sebut 1 Orang Tewas

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com