Ia mengaku, permintaan untuk bunga kering ini terus mengalami peningkatan.
Hal ini membuatnya terus mencari daun palem sading di area Banyuwangi.
Di sekitar tempat tinggalnya, bahan daun ini mulai menipis. Hal ini membuatnya harus mencari bahannya hingga ke kecamatan lain di Banyuwangi.
"Bahannya mulai sulit ditemukan. Jadi harus ke luar daerah untuk mencari," kata dia.
Selain bunga kering dari daun palem sading, Bagus kini juga melirik tanaman lain, misalnya daun sirsak, buah pinah, dan buah mengkudu untuk jamu.
Semuanya laku dengan menggunakan teknik yang sama, yakni kata kunci yang tepat saat mengunggah di marketplace.
Ke depan, ia ingin terus berinovasi dengan menjual berbagai tanaman yang jarang dilirik tetapi ternyata laku di pasaran, misalnya bunga dari jagung untuk hiasan di rumah.
Ia mengakui, kehadiran marketplace dan berkembangnya dunia digital membuat peluang berusaha makin mudah.
Selain itu, marketplace tak membutuhkan banyak modal karena tak perlu membuka toko fisik. Semua bisa dikerjakan dari rumah.
Terlebih lagi, pasarnya lebih luas dan bisa menjangkau seluruh Indonesia.
Penjualan yang terus naik membuat Bagus membuka lowongan kerja.
Saat ini, ia dibantu oleh tiga pekerjanya untuk membantu memotong daun, membersihkannya, hingga mengemas.
Baca juga: UMKM Kota Madiun Bagikan Sepasang Ayam bagi Tiap Warga Terdampak Covid-19
Ketua Asosiasi Kuliner, Kaus, Kerajinan, Aksesoris, dan Batik (Akrab) Banyuwangi Samsudin mengatakan, pandemi membuat dunia UMKM di Banyuwangi terpukul.
Akrab merupakan kumpulan asosiasi UKM dan IKM yang berada di Banyuwangi dengan anggota sekitar 800 wirausaha.
Ia mengatakan, hampir semua anggota Akrab pendapatannya menurun. Penurunannya bisa 40 hingga 50 persen.
Bahkan, ada sejumlah UKM yang sampai gulung tikar dan terpaksa beralih profesi.
"Terutama untuk kerajinan seperti kayu itu yang terdampak. Ada yang bertahan ada yang beralih profesi," katanya saat dihubungi.
Namun, berbagai upaya dilakukan untuk membuat dunia UMKM terus bergeliat di tengah pandemi Covid-19. Satu di antaranya adalah konversi ke penjualan online.
Baca juga: Di Merauke, 140 UMKM Asli Papua Meriahkan PON XX, Ada Tas Noken hingga Minyak Kayu Putih
Sebelum pandemi, dari semua anggotanya yang sudah memanfaatkan penjualan online sekitar 20 persen. Sisanya masih nyaman dengan penjualan secara konvensional atau offline.
"Sebelum pandemi itu hampir 20 persen yang sudah main di online dan yang lain masih offline atau keliling, nitip di toko karena sudah nyaman dan jalan," katanya.
Namun, pandemi membuat banyak UMKM sadar untuk beralih memanfaatkan penjualan secara daring.
Pelatihan dilakukan bersama dinas-dinas terkait untuk digitalisasi UMKM. Selain itu, pelatihan juga melibatkan sejumlah marketplace, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Shopee.
Pelatihan tersebut seperti teknik berjualan online, perbaikan kemasan, branding, dan perbaikan tampilan di toko online memanfaatkan fotografi.
"Kemudian promo di media sosial hingga di marketplace," kata dia.
Perlahan kini hampir 90 persen anggotanya sudah mempunyai toko online masing-masing.
Meski demikian, sebagian masih ada yang kesulitan karena banyak anggotanya yang masih gagap teknologi.
"Teman-teman yang pendidikan di bawah kebanyakan kesulitan mengaplikasikannya. Gaptek ini memang terjadi di kami," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.