Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Ciu di Bengawan Solo

Kompas.com - 18/09/2021, 10:20 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Perumda Air Minum Toya Wening atau PDAM Solo menghentikan sementara operasional Instalasi Pengolahan Air (IPA) Semanggi pada Kamis (9/9/2021) pukul 06.00 WIB.

Penghentian operasional dilakukan karena air baku dari Sungai Bengawan Solo tercemar limbah ciu.

Penghentian sementara operasional IPA Semanggi akibat air Bengawan Solo tercemar limbah ciu tidak hanya terjadi sekali.

Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Ciu, PDAM Toya Wening Berhenti Operasi Sementara

Tetapi, setiap memasuki musim kemarau debit air Bengawan Solo menurun sehingga tingkat pencemaran akibat limbah ciu semakin tinggi. Hal yang sama juga pernah terjadi pada tahun 2019.

Menurut Direktur Utama (Dirut) PDAM Solo, Agustan, Jika kondisi air Bengawan Solo masih tercemar, maka pelanggan yang terkena dampak akan disuplai air bersih dengan menggunakan tangki

"Paling parah dulu 2019 kita sampai droping air bersih karena IPA tidak bisa mengolah air bersih akibat tercemar limbah ciu," ungkapnya.

Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, Diduga Sudah Berlangsung 5 Tahun

Fenomena ikan mabuk di Blora

Sejumlah ikan mati akibat tercemar limbah di Bengawan Solo, Sabtu (11/9/2021)KOMPAS.COM/ARIA RUSTA YULI PRADANA Sejumlah ikan mati akibat tercemar limbah di Bengawan Solo, Sabtu (11/9/2021)
Tak hanya di Solo. Pencemaran ciu di Sungai Bengawan Solo juga dirasakan oleh warga Blora, Jawa Tengah.

Berdasar dokumentasi warga Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kondisi air sungai tampak berwarna cokelat kehitaman.

Menurut Kepala Desa Ngloram Diro Beni Susanto, peristiwa tersebut berdampak pada biota di sungai tersebut. Salah satunya adalah adanya fenonema ikan mabuk atau disebut pladu.

Pladu kerap terjadi secara alamiah saat pergantian musim. Namun, fenomena saat ini terjadi diduga gara-gara limbah.

Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Ciu, PDAM Toya Wening Pastikan Pasokan Air ke Pelanggan Aman

"Kalau dulu pladu itu setiap tahun ada, cuman pladu itu biasa terjadi di saat pergantian musim, dari musim kemarau masuk ke musim hujan, hujan pertama itu lebat, sehingga membuat air Bengawan solo naik, itu ikan mabuk (pladu) tapi mabuknya fenomena alam, bukan karena faktor limbah dan lain sebagainya," paparnya

Selain itu, pencemaran sungai juga berdampak pada pertanian warga karena di sepanjang bantaran Bengawan Solo terdapat irigasi yang digunakan warga untuk mengairi tanamannya.

"Mungkin dulu pernah Pak Ganjar melakukan kunjungan atau sidak dan katanya juga sudah ditemukan pabrik yang membuang limbah, tapi kenyataannya sampai saat ini fenomena itu terjadi dan limbah tetap saja terjadi," ucapnya.

Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Ciu, Ini Respons Wali Kota Solo Gibran

Bupati Blora lapor polisi

Lokasi aliran Bengawan Solo yang terkena dampak pembangunan Bendung Gerak Karangnongko, di Kecamatan Kradenan, Kabupaten BloraKOMPAS.COM/ARIA RUSTA YULI PRADANA Lokasi aliran Bengawan Solo yang terkena dampak pembangunan Bendung Gerak Karangnongko, di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora
Tercemarnya Bengawan Solo yang diduga akibat limbah pabrik, menjadi perhatian serius dari jajaran Pemerintah Blora, Jawa Tengah.

Bupati Blora, Arief Rohman sempat turun ke lokasi meninjau kondisi air sungai yang masih berwarna hitam di daerah Ngloram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemkot Tangerang Raih WTP 17 Kali Berturut-turut, Pj Nurdin: Harus Koheren dengan Kualitas Pelayanan Publik

Pemkot Tangerang Raih WTP 17 Kali Berturut-turut, Pj Nurdin: Harus Koheren dengan Kualitas Pelayanan Publik

Regional
Rektor Laporkan Mahasiswa yang Kritik UKT, Unri Angkat Bicara

Rektor Laporkan Mahasiswa yang Kritik UKT, Unri Angkat Bicara

Regional
Ratusan Moge Mangkrak di Kantor Polisi, Disita dari Geng Motor dan Pakai Knalpot Brong

Ratusan Moge Mangkrak di Kantor Polisi, Disita dari Geng Motor dan Pakai Knalpot Brong

Regional
Ibu di Riau Coba Bunuh Anak Tirinya dengan Racun Tikus

Ibu di Riau Coba Bunuh Anak Tirinya dengan Racun Tikus

Regional
Rodjo Tater di Tegal: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Rodjo Tater di Tegal: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Regional
Datangi Gedung DPRD, Puluhan Tenaga Honorer Minta 4.222 Pegawai Diangkat Jadi ASN

Datangi Gedung DPRD, Puluhan Tenaga Honorer Minta 4.222 Pegawai Diangkat Jadi ASN

Regional
BPBD OKU Evakuasi Korban Banjir di 4 Kecamatan

BPBD OKU Evakuasi Korban Banjir di 4 Kecamatan

Regional
Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Regional
2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

Regional
2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

Regional
Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Regional
Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Regional
Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Regional
Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Regional
Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy 'Turun Gunung' pada 17 Mei 2024

Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy "Turun Gunung" pada 17 Mei 2024

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com