PEKANBARU, KOMPAS.com - Leani Ratri Oktila sukses menyumbang dua medali emas dan satu medali perak dalam Paralimpiade Tokyo 2020 cabang olahraga parabadminton.
Prestasi perempuan kelahiran Siabu (sebelumnya ditulis Kota Bangkinang), ini mengharumkan nama Indonesia, khususnya Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Sebelum menjadi atlet berprestasi hingga ke panggung dunia, ternyata Leani sempat ditolak orangtuanya bergabung dalam National Paralympic Commitee (NPC) Kabupaten Kampar.
Baca juga: Leani Ratri, Anak Petani Peraih 2 Medali Paralimpiade Tokyo
Ketua NPC Kampar, Zulkifli, mengatakan Leani sejak kecil memang sudah gemar bermain badminton.
Namun, ia mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor hingga mengalami kerusakan pada kaki kiri. Kaki kirinya lebih pendek dari kaki kanannya.
Waktu kecelakaan, Leani berusia 20 tahun. Musibah itu menjadikan dia atlet difabel.
Tetapi, hal itu tidak menyurutkan semangat Leani untuk bermain badminton.
"Sebelum bergabung di NPC Kampar 2011, Leani sudah menjadi atlet yang berkecimpung di dunia olahraga badminton," kata Zulkifli saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (5/9/2021).
Baca juga: Pemprov Riau Siapkan Bonus untuk Leani Ratri, Peraih Emas Paralimpiade Tokyo
Setelah mengalami kecelakaan, NPC Kampar datang ke rumah Leani di Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar.
Leani diajak bergabung dalam NPC Kampar. Tetapi, kedua orangtuanya, F Mujiran (65) dan Gina Oktila (53) sempat menolak.
"Orangtuanya menolak karena kata mereka anaknya bukan cacat. Namun, setelah diberikan pemahaman akhirnya orangtuanya setuju," cerita Zulkifli, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Kampar.