KOMPAS.com - Terlilit utang lintah darat atau rentenir, keluarga Ngadiono (52) di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terpaksa tinggal di kandang sapi dan kambing.
Ngadiono tinggal bersama istrinya, Sumini (44), dan tiga anaknya di pinggir Sungai Oya, di Padukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar.
"Di sini untuk tinggal lima orang, saya dan istri, beserta tiga anak saya," ucap Ngadiono saat ditemui Kompas.com, Rabu (1/9/2021).
Baca juga: Saya Tak Harap Jadi Viral, tetapi Alhamdulillah Jika Bisa Menginspirasi
Menurut cerita Ngadiono, sebetulnya tanah yang dia tempati merupakan milik ibu kandung Ngadiono. Namun, tanah itu sudah diwariskan ke anak yang lain.
Ngadiono sendiri sebetulnya sudah memiliki rumah, dan pada tahun 2006, akibat gempa bumi dibangunkan oleh CSR.
Namun, karena utang rentenir, Ngadiono terpaksa menjual rumah dan tanah miliknya kepada adik kandungnya.
Baca juga: Cerita 3 Bersaudara Bernama Belakang Dot Com, Berawal Pertemuan Orangtua di Jejaring Sosial
Namun, karena terdesak ekonomi, Ngadiono akhirnya berutang ke rentenir. Bunga yang tinggi membuatnya terjerat utang hingga puluhan juta rupiah.
Belum lagi utang di bank konvensional. Ngadiono pun memutuskan untuk menjual harta bendanya, termasuk rumahnya.
Lalu, dirinya memutuskan merantau ke Bangka Belitung bersama istri untuk membayar utang.
"2012 itu saya merantau ke Bangka bekerja di perkebunan sawit. Tahun 2013 istri saya dan dua anak menyusul. Kerja di sana untuk membayar utang karena utang saya banyak," kata dia.
Setelah merantau, Ngadiono pun pulang kampung pada tahun 2018. Namun, Ngadiono tak lagi memiliki tempat tinggal.
"Jadi awalnya itu kami tinggal di gubuk tengah hutan dari 2018 sampai 2021 dan baru pindah ke sini sejak 4 bulan terakhir," kata Ngadiono ditemui di rumahnya Selasa (31/8/2021).
Dari pengamatan Kompas.com, Ngadiono menyekat bagian dalam kandang dan dibuat kamar tidur seukuran 3 x 2 meter.
Lalu bagian dalam kamar sengaja ditinggikan agar kasur tidak menyentuh tanah. Kasur tipis dan sudah agak kusam menemani hari-hari keluarga kecil ini. Keluarga ini harus berbagi dengan 3 ekor sapi dan 2 ekor kambing.
Baca juga: Protes Alokasi Vaksin Titipan Ormas dan DPR, Ganjar Pranowo Usulkan Hal Ini
Di belakang kamar, terdapat dapur sederhana yang tungkunya masih menyala karena baru dipakai menanak nasi untuk makan keluarga dan merebus ketela untuk pakan ternak.
Untuk penerangan, Ngadiono memperolehnya dari saudaranya. Kegiatan mandi mencuci dan kakus dilakukan di sungai yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah sederhana itu.
Sementara itu, warga desa sekitar tak tinggal diam. Meskipun sudah merantau cukup lama, menurut Dukuh Kedungranti Tukiyarno, Ngadiono masih tercatat sebagai warga Kedungranti.
Pihaknya pun berencana akan memindahkan keluarga Ngadiono ke tempat rumah sempi permanen di lahan tanah kas desa yang lebih aman.
Baca juga: Pemuda Gunungkidul Tato QR Code Sertifikat Vaksin Covid-19 di Lengannya
Pasalnya, kandang yang ditempati Ngadiono sekeluarga rawan bencana banjir dari Sungai Oya.
"Tetap saya pindahkan ke tanah O (tanah kas) karena di sini banjir dulu. Sudah dalam rumusan kami, dampak bencana di Kedungranti harus kita hindari," kata Tukiyarno.
Selain itu, Ngadiyono juga diberi pekerjaan garapan tanah untuk memnuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
(Penulis: Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono | Editor: Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.