Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Miliki Kartu Tani Sejak 2015, Petani di Tegal Kesulitan Peroleh Pupuk Subdisi

Kompas.com - 22/03/2021, 21:30 WIB
Tresno Setiadi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

TEGAL, KOMPAS.com - Tak hanya dicemaskan dengan harga gabah anjlok di tengah wacana pemerintah impor 1 juta ton beras, petani di Kota Tegal, Jawa Tengah, ternyata juga kesulitan  mendapatkan pupuk bersubsidi karena tak memiliki Kartu Tani.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Ekonomi Kaligangsa, Kecamatan Margadana, Munaseh (77) mengatakan kondisi demikian sudah terjadi sejak 2015.

"Selama ini membeli pupuk sangat sulit, karena Kartu Tani belum jadi. Sedangkan proses bikin Kartu Tani sudah sejak 2015 mendaftar," kata Munaseh kepada Kompas.com, Senin (22/3/2021).

Baca juga: Keluh Kesah Petani Tegal: Panen Raya Harga Sedang Anjlok, Pemerintah Kenapa Impor Beras

Munaseh mengatakan, dari 150 anggota Gapoktan, bahkan baru dua petani saja yang memiliki Kartu Tani.

"Itu pun dua orang petani yang termasuk kebutuhan pupuknya sedikit karena lahannya tak terlalu luas," katanya.

Menurutnya, menjadi petani khususnya petani padi saat ini cukup sulit untuk bisa sejahtera.

Di sisi lain, munculnya rencana impor beras 1 juta ton oleh pemerintah turut berdampak merosotnya harga gabah kering di musim panen raya saat ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Pangan Kota Tegal Noor Fuady belum merespons saat dikonfirmasi Kompas.com.

Baca juga: Mendag Janji akan Mundur jika Kebijakan Impor Beras Salah

Diberitakan sebelumnya, Petani di Kota Tegal, Jawa Tengah, menolak dengan tegas rencana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton karena meresahkan dan menilai tidak berpihak ke petani lokal.

Ketua Gapoktan Sumber Ekonomi Kaligangsa, Munaseh (77) mengatakan, selain karena memasuki musim panen raya, harga gabah petani saat ini juga sedang anjlok.

"Sangat tidak setuju sekali. Petani panen raya, harga gabah anjlok, pemerintah malah impor," kata Munaseh di Tegal, Senin (22/3/2021).

Munaseh menyebut, meski impor baru rencana, tapi sudah berdampak luas ke petani. Salah satunya harga anjlok dan tak diminati pembeli.

"Harga gabah saat ini merosot, tidak ada yang beli. Mungkin karena dampak berita rencana impor," kata Munaseh.

Baca juga: Petani Dinilai Paling Dirugikan Dengan Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras

Menurutnya, saat harga normal, satu kwintal gabah kering dihargai Rp500.000. Saat ini merosot menjadi Rp350.000 per kwintal.

"Harga segitu saja tidak ada yang beli. Dampak dari apa saya tidak tahu. Mungkin dampak berita pemerintah mau impor," katanya.

Munaseh menyebut petani sangat resah karena dipastikan merugi. Untuk biaya produksi sekali tanam hingga panen mencapai Rp 18 juta per hektar sawah.

Baca juga: Polemik Impor Beras, ke Mana Seharusnya Kebijakan Pemerintah Berpihak?

Sementara dari satu hektar sawah, biasanya menghasilkan 5 hingga 6,5 ton gabah kering.

"Karena harga anjlok akan kita simpan dulu. Karena dari pemerintah termasuk Bulog juga belum ada yang ke sini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Pria Misterius Ditemukan Penuh Lumpur dan Tangan Terikat di Sungai Babon Semarang

Regional
Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Wali Kota Semarang Minta PPKL Bantu Jaga Kebersihan Kawasan Kuliner di Stadion Diponegoro

Regional
Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Korban Tewas Tertimpa Tembok Keliling di Purwokerto Bertambah, Total Jadi 2 Anak

Regional
Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Tingkatkan Pengelolaan Medsos OPD Berkualitas, Pemkab Blora Belajar ke Sumedang dan Pemprov Jabar

Regional
Ingin Tiru Aplikasi Sapawarga, Pemkab Blora Lakukan Kunjungan ke Pemprov Jabar

Ingin Tiru Aplikasi Sapawarga, Pemkab Blora Lakukan Kunjungan ke Pemprov Jabar

Regional
Cerita Jadi Jemaah Haji Termuda di Semarang, Halima Ngaku Sudah Nabung sejak TK

Cerita Jadi Jemaah Haji Termuda di Semarang, Halima Ngaku Sudah Nabung sejak TK

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Mantan Bos PSIS dan Ketua Citarum Jogging Club Kompak Dukung Mbak Ita Maju di Pilwalkot Semarang 2024

Mantan Bos PSIS dan Ketua Citarum Jogging Club Kompak Dukung Mbak Ita Maju di Pilwalkot Semarang 2024

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com