Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengangkat Derajat Bambu buat Bangsa

Kompas.com - 09/11/2016, 12:37 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS - Dari sudut Kota Cimahi, Jawa Barat, sejumlah anak muda berbesar hati membanggakan negeri lewat kriya bambu penuh kreasi. Mereka mengolah bambu menjadi alat-alat musik yang dijual dan dipentaskan hingga ke mancanegara.

Rintik hujan deras itu berisik menghantam atap asbes bengkel bambu milik Indonesian Bamboo Community (IBC) di Melong, Kota Cimahi, Minggu, 30 Oktober. Bunyinya nyaris mengaburkan suara ampelas halus yang digesekkan Syauki Aulia (16) pada sebilah bambu hitam.

Di antara beragam alat pertukangan yang digantung di dinding bengkel, ritme gesekan kerja Uki begitu teratur. Lima kali menggosok, dia meraba bambu dengan tangan kanannya.

Masih ada sedikit benjolan, Uki kembali menggesekkan ampelasnya. Dia berhenti 15 menit kemudian. Usapan lembut terakhirnya memberi senyum di bibirnya.

"Sudah halus. Sedikit benjolan di bekal leher (neck) biola ini bisa merusak semuanya. Proses ini adalah satu dari 300-400 tahapan pembuatan biola. Saya hafal semuanya," kata warga Cibiru, Kota Bandung, ini terkekeh bangga.

Sejak delapan bulan lalu, Uki melahap teknik pembuatan alat musik bambu di IBC. Didirikan di Cimahi lima tahun lalu, IBC punya misi mengangkat derajat bambu. Salah satunya lewat pembuatan produk 14 alat musik berbahan baku bambu.

"Pendidikan saya hanya sampai SD. Lewat pembuatan biola, IBC memberi saya bekal menjalani hidup," kata Uki.

Kepala Divisi Riset dan Pengembangan IBC Malvino Purba Alam (31) mengatakan, Uki bukan yang pertama belajar membuat alat musik bambu. Puluhan orang dari sejumlah daerah datang dan pergi belajar hal yang sama. Dari awalnya tidak memiliki kemampuan, kini banyak dari mereka yang berprofesi sebagai perajin alat musik bambu.

"Saat ini ada 14 personel inti IBC, sebagian besar lulusan SMP dan SMA. Terus belajar dan berinovasi menjadi kelebihan mereka," katanya.

Salah satu inovasi teranyar sedang dirampungkan Ronal Harfiana (29), pembuat gitar bambu IBC. Ia tengah menuntaskan teknik laminasi (merekatkan) anyar dari potongan kecil bambu sisa produksi.

"Laminasi baru ini butuh kesabaran lebih tinggi. Potongan kotak kecil sekitar 3 sentimeter x 3 sentimeter disusun membentuk bidang besar," katanya.

Ronal mengatakan, laminasi kotak berbeda dengan laminasi yang pernah dikerjakannya, seperti teknik lurus, tidur, dan berdiri. Semua teknik itu menempatkan bambu dalam posisi memanjang. Hal itu membuat laminasi cenderung meninggalkan jejak serat vertikal atau horizontal yang besar.

"Sudah berjalan sekitar 60 persen. Saat rampung, dijamin hasilnya akan membuat produk Virageawi semakin berwarna," kata Ronal. Virageawi adalah nama pasar bagi alat musik buatan IBC.

Mohamad Rahmad (24) tak sabar menggunakan gitar inovasi anyar itu. Rahmad adalah gitaris The Bamboo Essential, band binaan IBC. Band ini mempunyai ciri khas, semua pementasannya, baik di dalam maupun luar negeri, menggunakan instrumen bambu karya Virageawi, mulai dari gitar, bas, drum, kulintang, hingga seruling.

"Kami akan tampil di Romania tahun depan. Pasti keren kalau memakai gitar motif itu," kata Rahmad penuh semangat meski kantong matanya menebal tanda kelelahan. Bersama personel band lainnya, ia baru pulang mengharumkan Indonesia di Yilan International Art Festival pada 12-16 Oktober.

Berbagi

Sulit melepaskan kreativitas personel IBC dari sosok Adang Muhidin (42). Dia salah satu pendiri IBC. Lulusan jurusan ilmu karat di Fachhochschule Suedwesftalen, Jerman, ini memilih melepas kesempatan sejahtera sebagai pakar di bidang teknik korosi demi mengangkat derajat bambu Nusantara.

"Modalnya nekat. Bahkan, hingga kini, saya tak bisa memainkan satu pun alat musik. Awalnya banyak yang mencela. Saya beruntung dikelilingi anak- anak muda kreatif," katanya.

Adang adalah otak di balik kreativitas terencana IBC. Adang juga gemar membuka jaringan baru mempromosikan bambu. “Promosi itu ikut menarik minat beberapa perguruan tinggi di Bandung untuk berperan serta. Tanpa memungut biaya, mereka membantu IBC menyempurnakan karya," katanya.

Adang mengatakan, mereka mendapat bantuan pengujian akustik dan audio di Institut Teknologi Bandung. Adapun Universitas Kristen Maranatha, Bandung, memberi kesempatan anggota IBC belajar ilmu ekonomi selama empat bulan.

Semakin dikenal, personel IBC tak ingin berhenti berkarya. Dalam sebulan, ada tiga produk yang mereka buat dan dijual dengan kisaran Rp 3,5 juta-Rp 7 juta per buah. Sebagian besar konsumen berasal dari luar negeri, termasuk Jepang dan Amerika Serikat.

"Saat awal memulai, modal awal kami hanya Rp 100.000. Sekarang perputaran uangnya mencapai ratusan juta rupiah per tahun," katanya.

Namun, hidup tak sekadar mencari harta. Adang mengatakan, IBC tidak ingin lupa diri. Sejumlah kelompok masyarakat yang meminta pendampingan IBC diterima dengan tangan terbuka.

"Ada pembuatan makanan keripik pucuk bambu hingga pembuatan sampe, alat musik tradisional Kalimantan Timur. Kami ingin membuka kesempatan bagi yang ingin menantang diri mengangkat potensi besar bambu," kata Adang.

Di sudut lain di bengkel itu, Andrian (14) tengah berusaha menepati janjinya, menjadi spesialis alat musik drum di IBC kelak. "6, 8, 10, 14," gumamnya sembari menggoreskan spidol hitam di kertas polos yang ditempel di papan putih.

Siswa kelas III SMP itu mengatakan, deretan angka itu adalah ukuran laminasi tabung tom-tom, salah satu perangkat drum tanpa senar. Setiap pulang sekolah, anak penjual sayur ini datang ke IBC untuk belajar.

Di ruangan yang sama, Surya Agung (14), warga Melong Asih lainnya, juga punya cita-cita menjadi pembuat gitar. Untuk tahap awal, dia belajar membuat ukulele, sejenis gitar kecil, juga terbuat dari bambu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 November 2016, di halaman 1 dengan judul "Mengangkat Derajat Bambu buat Bangsa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com