Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Kampung Ini, Warga dan Tamu Dilarang Merokok

Kompas.com - 26/02/2016, 05:51 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis

BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Motor melaju dengan kecepatan 30 sampai 40 kilometer, melintasi jalan-jalan berlubang yang digenangi sisa air hujan.

Tanaman jagung, singkong dan juga peternakan sapi milik masyarakat menjadi pemandangan menyenangkan sepanjang 2,5 kilometer untuk menuju perkampungan Al-Fattah dari bibir jalan Lintas Sumatera di Natar Kabupaten Lampung Selatan.

Di depan pintu masuk perkampungan, pengunjung akan disambut dengan sebuah tulisan terpampang "Anda memasuki kawasan wajib berbusana muslim dan bebas rokok".

Aturan itu tak cuma berlaku bagi warga perkampungan Al-Fattah saja tetapi tamu yang datang pun wajib mematuhinya tanpa terkecuali.

Sudrajat (53), warga Kampung Al-Fattah dan juga satpam perkampungan itu, mengatakan tamu yang datang suka tidak suka harus mematuhi aturan yang berlaku.

Di Al-Fattah selain perkampungan juga ada sekolah dari tingkat PAUD sampai SMU sederajat. Siswanya ada yang dari warga sekitar kampung dan dari luar.

"Ya, kalau orangtua ada yang nengok dan dia juga perokok ya memang tidak boleh merokok sampai batas portal pintu masuk. Kalau mereka mau merokok harus di luar gerbang portal," ujar Sudrajat kepada Kompas.com pada Kamis (25/2/2016).

Jamal, warga lainnya mengaku telah puluhan tahun tinggal di sana dan terbiasa dengan aturan yan diterapkan di kampung itu.

"Saya dulu perokok juga, tapi ya memang bukan perokok berat hanya beberapa kali saja dalam sehari," kata dia.

Penerapan kawasan bebas rokok di perkampungan itu berjalan sekitar lima tahun terakhir.

"Awal-awal berhenti memang tidak mudah, rasanya kecut saja mulut ini, tapi lama kelamaan karena menyadari tidak ada manfaatnya akhirnya saya tinggalkan," ujarnya lagi.


KOMPAS.com/ENI MUSLIMAH Suasana perkampungan Al Fattah di Nata,r Kabupaten Lampung Selatan. Di kampung ini, penduduk maupun tamu yang berkunjung dilarang merokok.
Tak ada sanksi

Kepala Dusun Al-Fattah, Mukhsin Abdurrahman (69) menjelaskan aturan bebas dari rokok berlangsung sejak lima tahun terakhir.

"Awalnya kami menggelar rapat warga yang mana di kampung ini todak boleh jual rokok dan selanjutnya tidak boleh merokok secara bebas," katanya.

Dimulai dengan memberi penjelasan tentang rokok dan bahayanya yang tersosialisasi setiap pertemuan mingguan.

Menurut dia, tidak ada paksaan untuk mengikuti aturan yang telah disepakati bersama tetapi bertahap lama kelamaan warga mulai malu merokok sembarangan.

"Tidak ada hukuman yang diterapkan kepada warga dan bukan berarti nol persen warga di sini tidak merokok, kalau mereka ingin merokok yang penting tidak terlihat di mata umum," tutur dia.

Meski demikian, anggota keluarga juga sudah memiliki kesadaran yang baik tentang bahaya merokok. Bisa jadi pecandu rokok, tambahnya, akan mendapat teguran dari keluarga.

Kini, 90 persen dari 110 rumah tangga terbebas dari kepulan asap rokok di rumahnya.

Peningkatan gizi

Puput, bidan yang bertugas rutin memeriksakan kesehatan warga setempat mengatakan, sejak diberlakukannya penerapan aturan bebas dari rokok berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat.

"Kesehatan warga semakin membaik. Kami mencatatnya hanya ada empat orang yang terserang penyakit yang berkaitan dengan paru dan pernafasan. Itu pun karena keturunan bukan disebabkan karena asap rokok," jelasnya.


Berkurangnya konsumsi rokok tentu berdampak pada peningkatan gizi keluarga mereka. Nur, ibu rumah tangga warga Al-Fattah mengaku senang sejak suaminya berhenti merokok.

“Sejak suami saya tidak merokok, kami bisa menikmati makanan setidaknya lebih bergizi lagi. Ya, paling tidak bisa dibelikan telur atau ikan untuk makan anak-anak,” kata dia.

Abdullah Kaur, pegawai kantor Kelurahan Desa Negara Ratu menyebutkan, ada 14 dusun di Kecamatan Negara Ratu dan perkampungan Al-Fattah ini merupakan percontohan warga sekitar.

Masyarakat desa tetangga memberi dukungan atas aturan yang diterapkan di perkampungan itu, bahkan tak segan warga tetangga menitipkan anaknya mengenyam pendidikan di sana.

"Banyak anak-anak yang berasal dari kampung tetangga mengenyam pendidikan di Al-Fattah, jadi sedikit demi sedikit anak-anak mereka sering melarang orangtuanya merokok," tambahnya.

Ironis

Kondisi ini berbanding terbalik dengan perkantoran pemerintahan. Meski sudah memiliki peraturan gubernur pada tahun 2014 bahkan setiap gedung terpampang stiker kawasan bebas dari rokok tetap saja dilanggar.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, masih ditemukan ruang perkantoran yang memiliki mesin pendingin, namun pejabat dan pegawainya tetap saja merokok.

Wajar saja, jika masyarakatnya sebagian besar gemar mengonsumsi rokok daripada karbohidrat atau sayur mayur yang dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka.

Leo, warga Bandarlampung, mengaku bisa menghabiskan dua bungkus rokok per hari seharga  Rp 18.000 per bungkus. Dapat diasumsikan dalam sebulan dia bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp1.080.000.


“Daripada tidak merokok lebih baik tidak makan, itu untuk menghindari stres dalam bekerja,” ujar dia.

Aisyah, PNS di Pemerintah Provinsi Lampung mengaku mengeluh karena ada pengeluaran tidak penting yang harus dikeluarkan setiap harinya.

“Suami saya perokok, sehari bisa menghabiskan sebungkus rokok. Mustinya uang itu bisa buat menambah membeli kebutuhan harian, eh, ini malah habis hanya untuk asap saja,” tuturnya.

Data BPS Provinsi Lampung tahun 2015 pada Bulan September menyebutkan, konsumsi masyarakat miskin baik di perkotaan dan perdesaan terbesar kedua adalah rokok setelah beras.

Kasi Statistik Ketahanan Sosial Gita Yudianingsih menyebutkan, satu orang bisa menghabiskan biaya untuk konsumsi rokok mencapai Rp 25.000 sampai Rp 45.000 per orang per hari.

Garis kemiskinan penduduk kota di Lampung mencapai 274.225 keluarga sedangkan garis kemiskinan penduduk desa mencapai 264.450 keluarga.

Anggota DPRD Lampung Antoni Imam mengatakan, jika dikalkulasi uang yang dihambur-hamburkan untuk membeli rokok di Lampung mencapai Rp 4,6 triliun atau hampir setara dengan APBD Provinsi Lampung tahun 2015.

Selain itu, belanja tembakau dan sirih di Lampung lebih tinggi dibandingkan sayur-sayuran.

"Dari data yang ada sangat relevan jika raperda ruang tanpa rokok hadir di Provinsi Lampung," ujar Imam.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Reihana menjelaskan, sebelumnya sudah ada peraturan gubernur (Pergub) tentang bebas dari rokok yang merupakan turunan dari peraturan daerah (perda), dan diharapkan peraturan ini bisa lebih kuat diterapkan kepada masyarakat.


“Hasil ini tindak lanjut dari Pergub sebelumnya. Kita harapkan menambah penerapannya kalau sudah jadi perda dan pajak rokok kita bisa bertambah," ungkapnya.

Untuk tahun ini, pajak rokok mengalami penurunan. Reihana menyebutkan, perda ini akan diterapkan di semua kantor milik provinsi dan juga tempat umum.

"Nanti kita juga akan siapkan tempat khusus bagi perokok, sehingga tidak ada diskriminasi," tegasnya.

Ia mengingatkan, bahwa dampak yang paling berbahaya akibat asap rokok adalah bagi perokok pasif atau bukan perokok tetapi terpapar asap rokok.

“Jangan sampai yang tidak merokok yang jadi korban," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com