Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Ibu Nekat Bawa Bayi Mendaki Puncak Ijen

Kompas.com - 09/09/2014, 16:41 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Seorang ibu, Nety Reisyana Kusuma Dewi (35), mampu mendaki hingga ke puncak Gunung Ijen sambil membawa bayinya yang masih berusia 3 bulan, Arkan Semesta Martadi. Keberhasilannya "menaklukkan" Ijen bersama buah hatinya itu diabadikan dan diunggah ke media sosial.

"Saya tidak ingin dipanggil supermom hanya karena mengajak Arkan naik Gunung Ijen. Arkan tidak mungkin saya tinggalkan 24 jam di rumah karena dia masih menyusui," ujar Nety kepada Kompas.com ketika fotonya muncul di media sosial bersama anak ketiganya, Arkan Semesta Martadi, di puncak Gunung Ijen yang berbatasan antara Banyuwangi dan Bondowoso.

Ia mengaku bukan tanpa pertimbangan mengajak anaknya untuk mendaki gunung setinggi 2.368 meter karena harus hunting foto, Minggu (7/9/2014). Ia melakukan persiapan ekstra, seperti membawa tiga tas berisi peralatan anaknya.

"Di tas punggung saya terdapat tiga tas kecil yang berisi barang-barang milik Arkan, seperti selimut, jaket, baju, perlak, dan sarung. Tasnya saya panggul, sedangkan Arkan saya gendong dengan tertutup sarung dan dibungkus pakai baju tebal serta selimut. Barang dia lebih banyak dibandingkan barang saya," ujarnya sambil tertawa.

Ia juga meminta pertimbangan suaminya, Rosdi Bahtiar Martadi, yang berprofesi sebagai guru. "Suami mengiyakan. Kebetulan kami sama-sama suka mendaki gunung," katanya.

Saat diketahui membawa bayi, Nety sempat dilarang masuk oleh petugas yang berada di jalur pendakian. Namun, ia berpikir, tidak mungkin meninggalkan anaknya di Paltuding karena cuacanya lebih dingin.

"Akhirnya, setelah ditutup dengan sarung, saya membawa anak saya mendaki ke puncak Ijen. Perjalanan selama 3 jam mulai dari pukul 01.00 dini hari sampai di atas pukul 04.00 pagi," katanya.

Setelah sampai di atas, ia mencari ceruk untuk berlindung dari angin sambil sesekali menyusui anaknya yang masih tertutup sarung dan selimut.

"Setelah matahari terbit, saya baru keluar. Itu pun posisi Arkan tetap dalam selimut di gendongan saya," tambahnya.

Sambil tertawa, ia bercerita bahwa banyak pendaki yang ingin berfoto bersama dia dan Arkan. "Saya mengeluarkan dia (Arkan) sebentar lalu kemudian masuk lagi ke dalam gendongan," urainya.

Awalnya, ia berencana membawa Arkan seperti membawa tas ransel di depan, tetapi ia khawatir dengan angin kencang di atas gunung.

"Akhirnya (Arkan) digendong dengan tangan kiri. Tangan kanan bawa kamera, ransel di punggung," tambahnya.

Untuk keselamatan bayinya, Nety hanya mengambil foto di sekitaran puncak Ijen. Dia tidak berniat mengajak bayinya untuk turun ke kawah karena uap belerang tidak aman untuk anak seusia Arkan.

"Saya melihat bayi-bayi di wilayah Pegunungan Tibet juga biasa digendong ibunya untuk mendaki. Saya yakin Arkan juga bisa."

Dia mengaku hanya setengah jam berada di puncak Ijen lalu segera turun ke Paltuding. Setelah sampai di Paltuding sekitar 06.30 pagi, ia membuka selimut Arkan dan menjemurnya di bawah terik matahari. "Sama sekali tidak rewel. Dia malah tertawa-tawa seperti menikmati perjalanan," katanya.

Ia mengaku hanya memberikan pijatan ke anaknya agar merasa nyaman. "Setelah itu, ia (Arkan) langsung tidur nyenyak. Sampai hari ini dia masih sehat," ungkapnya.

Tak hanya bermodal nekat

Perempuan kelahiran Bondowoso, 11 Agustus 1979, tersebut mengaku tidak hanya bermodal nekat untuk membawa anaknya mendaki Gunung Ijen. Perempuan berhijab tersebut mengaku sudah hapal karakter Gunung Ijen.

"Saat masih SMA, saya pernah menjadi mitra pelestari Taman Nasional Baluran. Hampir setiap liburan, saya ke Gunung Ijen untuk melakukan sosialisasi kepada pendaki, seperti larangan vandalisme atau coret-coret. Larangan membawa bunga edelweis dan membawa belerang ke bawah serta menyosialisasikan larangan naik di atas pukul 10.00 siang karena pada saat tersebut uap belerang cukup pekat," ujarnya.

Nety bahkan pernah tinggal selama 10 hari berturut-turut di Paltuding dan naik ke puncak Ijen setiap hari untuk memunguti sampah yang ditinggalkan oleh pendaki. Kecintaannya kepada alam dia lakoni sejak masih duduk di SMA.

Perempuan lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengaku sudah "menaklukkan" 18 gunung yang ada di Indonesia.

"Gunung Kerinci, Dempo, Singgalang, Merapi Padang, Sendoro, Sumbing, Argopuro, bahkan Gunung Raung sudah pernah saya daki. Bahkan dapat jodoh pun dari kegiatan mendaki gunung," ujarnya sambil tersenyum.

Ia berharap, ketiga anaknya, Sahaja Nektar Martadi (9), Arroyyan Bentang Martadi (5), dan Arkan Semesta Martadi (3 bulan) bukan sekadar mengenal dan mencintai lingkungan, melainkan juga menjaganya.

"Anak pertama saya, usia 2 tahun, sudah saya ajak arung jeram di Sungi Elo, Magelang. Anak kedua, saat saya masih hamil, sering saya ajak outbound," tambahnya.

Ia mengaku bersyukur dibesarkan dan dididik di lingkungan pencinta alam sehingga bisa memberikan pengalaman kepada anak-anaknya.

"Saya besar di lingkungan Pecinta Alam Flora Fauna SMA 2 Bondowoso dan Mapala UMY. Mereka yang membentuk saya seperti ini. Semangat mencintai lingkungan harus ditularkan kepada anak-anak saya," katanya.

Pengalamannya mendaki Gunung Ijen sambil membawa anak bisa menginspirasi perempuan lainnya. Walau demikian, kata Nety, hal tersebut tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keselamatan anak.

"Jangan konyol mengajak anak mendaki gunung jika safety-nya belum terjamin, termasuk pengetahuan tentang karakteristik gunung. Ini yang harus diperhatikan jika ingin membawa anak mendaki gunung," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com