Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Rela Mudik agar Satu Suara Tak Terbuang Sia-sia

Kompas.com - 09/07/2014, 06:30 WIB
Caroline Damanik

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Tak punya A5, tiket yang “bicara”. Ini adalah gambaran pengalaman sejumlah warga yang rela keluar biaya untuk pulang ke tempat asal sesuai kartu tanda penduduk (KTP) mereka demi bisa mencoblos pada penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014, 9 Juli mendatang.

Para perantau yang tinggal jauh dari tempat asalnya karena alasan pekerjaan dan pendidikan ini terkena “virus” euforia pilpres. Satu suara begitu berharga, begitu kira-kira pemikirannya.

Rini (44), salah satu karyawan di kawasan Palmerah, Jakarta Pusat, misalnya. Dia sudah tiba di kampung halamannya di Malang, Jawa Timur, sehari sebelum hari pencoblosan. Rini memilih pulang karena tak mengantongi formulir A5 yang merupakan syarat untuk pindah tempat memilih.

"Kemarin enggak sempat mengurus formulir A5," katanya, Selasa (8/7/2014).

Satu suara berharga

Di Malang, Rini sudah terdaftar di daftar pemilih tetap di kawasan rumahnya. Undangan pun sudah dikirimkan ke rumah keluarganya. Jadi, jika pulang, dia sudah pasti bisa memilih.

Pada pemilu legislatif lalu, dia juga terdaftar, tapi karena tidak merasakan "greget"-nya, dia memilih untuk golput.

Dalam pilpres kali ini, Rini pun rela menghabiskan biaya sebesar Rp 1,2 juta untuk biaya dari Jakarta ke Malang dan kembali lagi ke Jakarta. Menurut dia, biaya itu tak sebanding dengan "nilai" suaranya dalam memilih presiden dan wakil presiden yang akan memimpin langkah bangsa Indonesia ke depannya.

"Awalnya sudah pasrah enggak gunakan hak pilih. Tapi kok sayang banget ya nanti suaranya sia-sia kalau enggak dipakai," ujarnya.

"Saya ingin memilih pemimpin yang baik. Saya ingin ada perubahan di Indonesia. Kalau enggak milih kok seperti orang yang enggak bertanggung jawab ya. Sekarang kan ada harapan punya pemimpin yang baik," tambahnya kemudian.

Hal senada juga disampaikan oleh Jarot Sapto (31) yang sedang mengenyam pendidikan tinggi di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Jarot akan pulang besok, Rabu (9/7/2014), ke kampung halamannya di Karanganyar, Solo, agar bisa mencoblos. Di wilayah itulah, Jarot terdaftar sebagai penduduk.

Jarot mengaku akan berangkat besok pagi sekitar pukul 05.30 dari Stasiun Tugu ke Solo dengan KA Prambanan Ekspres. Ongkosnya tak sampai Rp 100.000 untuk pergi dan pulang. Jika perjalanan lancar, maka dia bisa sampai sekitar pukul 06.40 di rumahnya sebelum TPS buka.

Beda dengan Rini, Jarot mengaku juga ikut "nyoblos" pada pileg lalu untuk memanfaatkan hak pilihnya. Tentu, hal serupa juga tidak ingin dilewatkannya dalam pilpres kali ini.

"Pemilu itu membanggakan karena bukan hanya bersifat seremonial, namun lebih nyata. Masyarakat mendapat wadah untuk menyalurkan aspirasi bernegara secara legal. Peristiwa pemilu sangat langka, cuma lima tahun sekali," ucapnya.

Jarot mengatakan, dirinya percaya bahwa satu suara akan berpengaruh dalam menentukan masa depan Indonesia. Oleh karena itu, siapa pun capres dan cawapres yang terpilih nanti, itu adalah pasangan terbaik pilihan rakyat.

"Yang penting, satu suara tak dibiarkan terbuang dengan cuma-cuma," tegasnya.

Demi capres pilihan

Sementara itu, Yuke (28) bela-belain pulang ke alamat sesuai KTP-nya di Bandung. Bersama enam temannya yang juga akan memilih di Bandung, dia rela menempuh kemacetan di tol Padalarang sore ini. Mereka tak peduli harus patungan mengeluarkan ongkos tol dan bensin untuk sampai di Bandung.

Yuke mengaku pada pemilihan legislatif lalu sudah mencoba untuk bisa memilih di kawasan tempat tinggalnya di Jakarta. Namun, ternyata TPS di sekitar tempat tinggalnya tidak memperbolehkan warga tanpa KTP setempat untuk mencoblos.

Dia pun mengaku tak ingin kelewatan lagi kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya. Apalagi, menurut Yuke, ada harapan untuk Indonesia yang lebih baik pada salah satu pasangan capres dan cawapres.

"Kayaknya baru kali ini nyoblos presiden yang calon-calonnya bikin heboh. Dan baru kali ini ada calon presiden yang sesuai sama yang aku mau," ungkapnya.

"Apalagi ada teman yang bisa diajak ke Bandung buat sama-sama nyoblos. Jadinya exciting sih," tandas Yuke.

Antusiasme tinggi

Tekad Rini, Jarot dan Yuke mencerminkan hasil survei Kompas yang menunjukkan bahwa sebanyak 97 persen responden menyatakan bakal menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden 9 Juli mendatang (baca juga: Survei "Kompas": 97 Persen Pemilih Bakal Gunakan Hak Pilihnya).

Berdasarkan hasil survei yang dipublikasikan di harian Kompas, Selasa, terhadap 1.109 responden yang tersebar di semua provinsi di Indonesia, hanya 1,8 persen yang ragu-ragu menggunakan hak pilih. Adapun mereka yang sejak awal menyatakan bakal golput hanya 0,2 persen.

Meski demikian, yang perlu menjadi perhatian Komisi Pemilihan Umum, yaitu seperempat responden (26,2 persen) hingga Senin (7/7/2014) menyatakan belum menerima surat undangan. Adapun yang menyatakan sudah memiliki surat undangan sebanyak 73,2 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com