Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eloknya Nagari Tuo Pariangan

Kompas.com - 23/10/2012, 03:26 WIB

Karena itulah dikenal juga sebagai Medan Nan Bapaneh atau tempat bermusyawarah. Tokoh adat Nagari Tuo Pariangan, Aswardi Sutan Tumangguang, mengatakan, delapan suku yang sejak awal menghuni Nagari Tuo Pariangan adalah Dalimo, Sikumbang, Koto, Dalimo Panjang, Dalimo Singkek, Pisang, Melayu, dan Piliang.

”Saat ini suku Sikumbang sudah tidak di sini karena pindah ke daerah lain,” kata Aswardi.

Di sini terdapat kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano yang berukuran 25,5 meter x 7 meter. Panjang Datuak tokoh pembuat Balairung Sari Tabek di Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan. Balairung itu merupakan tempat bermusyawarah utama yang terbuat dari kayu dan atap ijuk dengan waktu pembuatan sekitar 450 tahun lalu.

Adapun kompleks Kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano yang kini sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar berada di atas lahan seluas 629 meter persegi. Hampir mirip dengan berbagai kisah di beberapa lokasi kuburan kuno di Indonesia, warga setempat percaya hasil pengukuran panjang kuburan pada waktu berbeda tidak akan pernah sama.

Nagari Tuo Pariangan juga memiliki peninggalan berupa rumah-rumah gadang. Terdapat 35 unit rumah gadang di nagari itu. Namun, tujuh unit rumah gadang rusak berat dan 10 unit lainnya rusak ringan.

Sejumlah rumah gadang dengan rangkiang atau lumbung padi di pelataran itu tampak kusam dengan kayu lapuk. Bagian atap bagonjong masih tampak utuh. Namun, di bagian jenjang atau tangga menuju bagian dalam rumah sudah tampak ditumbuhi tanaman liar.

”Rumah-rumah gadang itu rusak karena faktor umur bangunan yang rata-rata sudah lebih dari 200 tahun. Juga karena sudah tidak ditinggali lagi oleh kaum sebagai pemilik,” kata Aswardi.

Ia menambahkan, sebagian anggota kaum yang memiliki rumah gadang sudah memiliki rumah sendiri atau merantau ke luar kawasan nagari itu. Hal itu menyebabkan rumah-rumah gadang tidak lagi terawat.

”Apalagi biaya untuk memperbaiki rumah gadang relatif mahal,” ujar Aswardi.

Menurut dia, perbaikan tidak bisa serta-merta dilakukan. Pasalnya, harus ada kesepakatan di dalam kaum dengan persetujuan ninik mamak atau tokoh adat dalam kaum tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com