Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Desa Hayati" Penjaga Kelestarian DAS Muria

Kompas.com - 03/02/2012, 03:07 WIB

Di Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Pati, masyarakat membudidayakan pring petung atau bambu berbatang besar secara swadana. Bambu itu ditanam hampir di seluruh lereng Sungai Jagatan yang masuk dalam DAS Tayu.

Pitono (35), sekretaris Kelompok Tani Makmur, Desa Jrahi, mengatakan, bambu petung berfungsi untuk menahan erosi tanah lereng sungai dan melindungi rumah-rumah warga yang berada di atas lereng sungai. Bambu itu juga menggeliatkan ekonomi masyarakat.

Setiap membutuhkan tambahan uang, warga memanen bung atau bambu muda setinggi 40-100 sentimeter (cm). Pada musim kemarau harganya menembus Rp 40.000 per potong dan pada musim hujan harganya Rp 7.000-Rp 10.000 per potong.

Adapun di Desa Tempur, Jepara, kelompok tani menanam kopi. Kepala Desa Tempur Sutoyo mengatakan, kopi yang dibudidayakan sebanyak 348.447 batang. Sebanyak 294.635 batang mampu menghasilkan biji kopi rata-rata 700 ton per tahun, dengan total pendapatan Rp 8,4 miliar.

”Meskipun belum diresmikan sebagai desa model pelestarian, sejumlah desa itu telah menerapkan konsep desa hayati menurut cara dan karakteristik daerah mereka, karena telah memulihkan sebagian lahan kritis dan sejumlah mata air,” kata Ketua Forum DAS Muria, Hendy Hendro.

Hendro menambahkan, ke depan, desa-desa itu akan menjadi pionir desa model pelestarian DAS Mikro (MDM). MDM itu berada di lereng Pegunungan Muria yang mengampu sub-DAS Srep, Sani, Gungwedi, Mayong, dan DAS Gelis, serta DAS Tayu.

Setelah ketujuh desa pionir itu matang dan berhasil, desa-desa lain yang berada di wilayah MDM itu akan dikembangkan pula menjadi desa hayati. Namun, selama proses pengembangan desa hayati nanti, Forum DAS Muria berharap desa-desa tetangga desa model dapat meniru.

”Memang untuk saat ini belum begitu efektif karena banjir dan sedimentasi sungai masih tetap terjadi. Namun, ke depan, desa hayati diharapkan menjamur di Pegunungan Muria,” kata Hendy.

Setiap tahun, banjir selalu menghantui Kudus dan Pati, baik dalam skala besar seperti pada tahun 2008 maupun dalam skala kecil. Banjir dalam skala kecil selalu menyebabkan sekitar 1.000 ha lahan pertanian di sejumlah desa tidak terurus karena berubah menjadi rawa sehingga hanya bisa ditanami pada musim kemarau.

Sungai-sungai penyebab banjir itu masuk wilayah DAS di Pegunungan Muria dan Kendeng Utara. Pegunungan Muria berada di utara Kudus dan Pati, sedangkan Pegunungan Kendeng Utara berada di Selatan Kudus-Pati.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com